Selasa 26 Jul 2022 17:34 WIB

Jejak Hotel Peninggalan Belanda di Graha Tumapel Kota Malang

Suara aliran sungai seakan-akan memberikan sensasi menenangkan.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Suasana Graha Tumapel milik Universitas Negeri Malang (UM). Bangunan ini sebelumnya merupakan hotel yang didirkan sejak zaman Belanda.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Suasana Graha Tumapel milik Universitas Negeri Malang (UM). Bangunan ini sebelumnya merupakan hotel yang didirkan sejak zaman Belanda.

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Tak jauh dari Balai Kota Malang terlihat bangunan lawas berwarna putih yang berdiri tegak disertai suasana sepi di dalamnya. Meksipun suasananya nampak sedikit menyeramkan, bangunan bernama Graha Tumapel ini memiliki jejak sejarah yang begitu kuat.

Sejarawan Kota Malang, FX Domini BB Hera mengatakan, Graha Tumapel sebelumnya merupakan hotel Splendid. Alasan dinamakan Splendid karena pemandangan di sekitar hotel sangat indah. "Terutama pemandangan Sungai Brantasnya yang tak jauh dari hotel," kata pria yang disapa Sisco ini kepada Republika di Alun-Alun Kota Malang.

Baca Juga

Tak hanya pemandangan sungai, bentang suara Kali Brantas juga menjadi daya tarik tersendiri pada masa lalu. Suara aliran sungai seakan-akan memberikan sensasi menenangkan dan menyejukkan bagi yang mendengarkannya. 

Hotel Splendid dalam catatan sejarah didirikan pada 1923. Pendirian ini ditunjukkan untuk mengikuti kegiatan Kota Malang yang sedang dalam masa pembangunan. Pasalnya, Kota Malang pada masa tersebut masih berusia sembilan tahun.

Antropolog dari Universitas Brawijaya (UB), Ary Budianto mengungkapkan, ada banyak makanan yang disajikan oleh pengelola Hotel Splendid di masa tersebut. Sebagian besar sajian yang disediakan berupa menu-menu Eropa dengan harga cukup tinggi. Lalu Ary juga memastikan menu yang disajikan merupakan produk non-halal.

Pengunjung hotel dari kelas menengah ke atas

Menurut Sisco, pada masa tersebut mayoritas pengunjung Hotel Splendid berasal dari kalangan pengusaha menengah ke atas Eropa. Hal ini karena hotel tersebut sering digunakan untuk pertemuan antara asosiasi pengusaha tembakau. Kemudian juga dengan para pengusaha gula, pengusaha kina dan sektor emas hijau lainnya. 

Untuk diketahui, Malang dapat berkembang dan tumbuh dengan baik karena potensi emas hijaunya. Keberadaan komoditas-komoditas tersebut nyatanya berhasil memicu sejumlah pembangunan di Malang. Hal ini berarti termasuk pembangunan jalan, trem, stasiun antar-kota dan sebagainya.

Ketika memasuki masa pemerintahan Jepang, Hotel Splendid digunakan untuk kantor pemerintahan. "Bagian kompartemen apa, saya kurang paham. Yang jelas Sendenbu (badan propoganda Jepang) di tempat lain, Kempetai (unit militer Jepang) di tempat lain. Nah, di situ digunakan apa, saya kurang paham," ucap alumnus Universitas Negeri Malang (UM) ini.

Lalu saat masa revolusi Indonesia merdeka, bangunan tersebut berubah menjadi Hotel Negara. Catatan yang paling spektakuler adalah ketika hotel dijadikan sebagai salah satu tempat menginap untuk 1.500 pengunjung. Para pengunjung tersebut merupakan undangan yang menghadiri acara Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) di Kota Malang. 

Hotel Negara hanyalah salah satu tempat yang diinapi oleh para undangan BP KNIP. Lainnya terdapat Hotel Republik yang saat ini dikenal dengan nama Hotel Pelangi. Hotel tersebut didirikan oleh bangsawan Belanda pada 1860-an dengan nama Lapidoth Hotel.

Sementara itu, Presiden RI, Wapres RI, para menteri dan delegasi luar negeri menginap di Selecta. Bangunan penginapan tersebut masih ada hingga sekarang di Kota Batu. 

"Jadi bisa dibayangkan tempat yang dekat dengan Balai Kota itu (Graha Tumapel -- nama sekarang) jadi destinasi utama juga ketika delegasi datang dengan menggunakan kereta api luar biasa dari stasiun Manggarai yang tiba selama 25 jam ke Malang untuk menghadiri sidang BP KNIP," ungkapnya.

Sebelum masa revolusi, Hotel Negara yang kini dikenal dengan Graha Tumapel dihancurkan pada 1947. Peristiwa bumi hangus yang berlangsung selama sepekan di Kota Malang ini turut menghancurkan bangunan tersebut. Berdasarkan foto sejarah, tembok hotel pada bagian depan saat itu masih utuh. 

"Apakah terbakar seluruhnya dari luas bangunan itu, rasanya tidak. Pasti ada sisa bangunan yang tidak terbakar. Buktinya di lantai bawah dekat kali itu semua bangunan masih baik, tidak hancur," ucapnya.

Menurut Sisco, aksi penghancuran termasuk cara agar sejumlah bangunan di Kota Malang tidak dikuasai oleh Belanda yang masuk dari arah Surabaya dan Lawang. Para pejuang tidak mau sejumlah bangunan besar di Kota Malang digunakan untuk pergerakan musuh. Dalam hal ini termasuk dijadikan tempat perkantoran, detasemen dan lain-lain.

Hotel Negara yang rusak dibangun ulang pada 1951. Tiga tahun kemudian, bangunan tersebut digunakan menjadi gedung perkuliahan kampus yang kini dikenal dengan nama Universitas Negeri Malang (UM). Pada masa awal, kampus tersebut bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) lalu berubah menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Airlangga (Unair) cabang Malang. Dengan kata lain, UM pada masa awal menggunakan bangunan tersebut sebelum akhirnya pindah dan membangun gedung baru di kompleks Jalan Semarang.

Sejak 1954 sampai sekarang, bangunan tersebut masih menjadi aset UM. Ketika tidak lagi menjadi tempat rektorat dan kuliah, bangunan tersebut difungsikan menjadi mess dosen. "Pengalaman saya sendiri saat mengirim surat pada 2007, saya ngirim surat pensiunan dosen yang masih tinggal di sana," ungkapnya.

Sejak 2014 hingga beberapa waktu ke depannya, bangunan tersebut dikosongkan untuk dilakukan pemugaran. Namun sampai saat ini, bangunan tersebut belum difungsikan oleh UM. Sisco mendengar bangunan yang memiliki 83 kamar tersebut tersebut direncanakan akan dijadikan sebagai hotel heritage.

Dengan adanya Graha Tumapel, Sisco menilai, masyarakat sebenarnya bisa belajar tentang sejarah pariwisata di Malang. Dengan kata lain, termasuk mengetahui hospitality dan gaya hidup orang Belanda pada masa tersebut. Lalu mengetahui bahwa tempat tersebut pernah menjadi lokasi lobi politik dan bisnis kalangan menengah ke atas Eropa.

Selanjutnya, keberadaan Graha Tumapel juga baik untuk mengenal sejarah pendidikan di Indonesia Timur. Pasalnya, pembukaan IKIP Malang (nama sebelum UM) juga ditunjukkan untuk merintis institusi keguruan hingga ke Indonesia Timur. Dengan kata lain, termasuk menjadi induk pembukaan IKIP di Bali, Jember, Nusa Tenggara Timur dan sebagainya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement