Rabu 24 Mar 2021 15:54 WIB

Petani Desa Kadirejo Songsong Panen Porang

Cara membudidayakan tanaman porang cukup mudah dan sederhana.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
 Salah seorang petani di Desa Kadirejo menunjukkan tanaman porang di lahan budi dayanya. Sekitar 200-an petani di desa tersebut mengembangkan budi daya porang untuk mendorong program pemulihan ekonomi akibat pandemi berbasis pertanian.
Foto: Bowo Pribadi.
Salah seorang petani di Desa Kadirejo menunjukkan tanaman porang di lahan budi dayanya. Sekitar 200-an petani di desa tersebut mengembangkan budi daya porang untuk mendorong program pemulihan ekonomi akibat pandemi berbasis pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Bowo Pribadi

Para petani iles-iles atau porang (Amorphophallus Muelleri Blume) di wilayah Desa Kadirejo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, siap menyongsong panen raya. Di desa yang berada di wilayah tenggara Ibu Kota Kabupaten Semarang saat ini ada sedikitnya 200 orang petani yang melakukan budi daya tanaman komoditas ekspor tersebut dengan luas lahan mencapai puluhan hektare.

“Sebagian dari luasan lahan tanaman porang ini sebentar lagi juga sudah bisa dipanen,” ungkap Kepala Desa Kadirejo, Riyadi, saat dikonfirmasi perihal budi daya tanaman porang, di Pabelan, Rabu (24/3).

Ia mengatakan, saat ini, porang menjadi salah satu komoditas pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena permintaan pasar luar negeri terhadap umbi tanaman ini cukup tinggi.

Karena itu, para petani di desanya berupaya mengembangkan lahan untuk budi daya porang, dalam dua tahun terakhir, baik melalui cara tumpangsari maupun menanam langsung di lahan-lahan tidak produktif yang ada di lingkungan desa mereka.

“Sebelumnya, masyarakat mengenal tanaman porang ini hanya sebagai tanaman tumbuh liar dan nyaris tidak termanfaatkan. Namun ternyata nilai ekonomi tanaman tersebut cukup menjanjikan,” lanjutnya.

Namun setelah melihat potensinya, Pemerintah Desa (Pemdes) Kadirejo mengembangkan budi daya tanaman tersebut yang didesain sebagai program pemulihan perekonomian desa yang terdampak pandemi Covid-19 berbasis pertanian.

Dalam mendukung pengembangan budi daya tanaman porang, masih ungkap Riyadi, Pemdes Kadirejo memberikan bantuan berupa pembibitan dan penyediaan pupuk kebutuhan petani.

Sebelumnya, pemdes setempat juga menggelar berbagai pelatihan budi daya dengan mendatangkan pakar pertanian serta akademisi. Termasuk membentuk paguyuban petani porang yang beraggotakan 200 an petani.

Tujuannya untuk menggalakkan masyarakat untuk mengoptimalisasi lahan tidak produktif dengan menanam porang. Selain prospeknya yang sangat bagus saat ini juga mulai banyak berdiri pabrik pengolahan porang di Jateng.

“Setelah dua tahun berjalan, para petani di Desa Kadirejo kini sebagian sudah siap melakukan panen raya porang dan mereka juga siap memetik hasil jerih payah yang sudah dirintis tiga tahun lalu,” tegas Riyadi.

Manfaat tanaman porang

Sementara itu, salah satu petani porang Desa Kadirejo, Sudadi (39) menambahkan, tanaman porang yang banyak ditemukan tumbuh liar pada lahan kosong dan lembab selama ini dianggap tidak memiliki manfaat.

Namun ternyata mengandung banyak glukomannan atau zat gula kompleks dan serat larut dari ekstrak umbinya, hingga porang kini menjadi salah satu komoditas ekspor bernilai ekonomi tinggi.

Untuk saat ini, katanya, nilai ekonomi porang bahkan melampaui tanaman padi. “Untuk satu hektare luas lahan yang ditanami 40 ribu batang–dalam satu kali panen bisa menghasilkan sedikitnya 80 ton umbi porang," jelas dia.

Karena setiap satu batang tanaman dapat menghasilkan rata-rata 2 sampai 2,5 kilogram umbi porang. Ia mengaku sudah menginjak tahun ketiga menanam dan membudidayakan tanaman porang tersebut.

Harga jual umbi porang cukup menjanjikan. “Yakni mencapai Rp 13 ribu per kilogram basah dan jika dijual kering dan telah diolah menjadi tepung bisa mencapai harga Rp 200 ribu per kg,” tegasnya.

Sudadi juga menjelaskan, porang selama ini diolah menjadi tepung untuk kebutuhan industri pangan ekspor. Tepung tersebut merupakan bahan dasar untuk membuat Konnyaku atau Shirataki.

“Sejumlah negara yang permintaan porangnya cukup tinggi antara lain Jepang, Cina, Vietnam, India, dan sejumlah negara di kawasan benua Eropa,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan, cara membudidayakan tanaman porang juga cukup mudah dan sederhana. Seorang pemula setelah menyiapkan lahan dapat langsung menanam dengan biji ataupun menggunakan umbi bibit atau batang.

Untuk satu hektare lahan dapat ditanami maksimal 40 ribu bibit dengan jarak antar tanaman 50 centimeter persegi. Sedangkan untuk mendapatkan umbi porang berkualitas bagus, lokasi penanaman sebaiknya dilakukan di lahan dataran rendah.

Karena kandungan air yang dihasilkan dari umbi porang akan menjadi lebih rendah. Jika kandungan airnya rendah, maka zat glukomannya semakin bagus dan itu akan berpengaruh terhadap harga jual komoditas porang,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan, selama membudidayakan tanaman porang dalam setahun dapat menghasilkan uang hingga Rp 800 juta. Besaran tersebut berasal dari penjualan umbi basah maupun kering kering, serta biji katak untuk pembibitan porang.

Karena yang masuk pabrik untuk ekspor berat minimalnya 1,5 kg, maka umbi yang tidak mencapai berat 1,5 kg masih bisa dijual dalam bentuk biji katak dengan harga Rp 10 ribu per kg.

“Kalau umbi chips atau umbi katak kering harganya bisa mencapai Rp 80 ribu hingga Rp 90 ribu per kg,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement