Senin 29 Mar 2021 11:24 WIB

Jumlah Buku di Perpustakaan Umum Indonesia Masih Kurang

Rasio jumlah buku di Indonesia, yakni 0,09 atau satu buku untuk 90 orang.

Rep: Inas Widyanuratikah / Red: Ratna Puspita
Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando.
Foto: Republika / Darmawan
Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando mengatakan saat ini negara perlu meningkatkan sarana prasarana untuk membaca di seluruh Indonesia. Berdasarkan data jumlah buku di perpustakaan umum di Indonesia, rasio nasional, yaitu 0,09 atau artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang. 

"Ternyata buku yang tersedia di seluruh perpustakaan umum di Indonesia tidak banyak. Kalau ditotal ya kurang lebih 25 juta untuk 270 juta orang. Satu buku ditunggu 90 orang. Bagaimana Anda mau menghakimi orang rendah budaya bacanya ketika Anda hanya menjadikan buku untuk 90 orang," kata Syarif, dalam webinar Cyber Librarian Sebagai Penggerak Literasi Sekolah, Senin (29/3). 

Baca Juga

Berdasarkan data dari Perpustakaan Nasional, masing-masing pulau besar di Indonesia masih mengalami kekurangan buku. Di Jawa dan Bali, dengan jumlah penduduk 154 juta jiwa, jumlah buku sebanyak 11 juta eksemplar atau rasionya 0,58. 

Di Sumatera, jumlah penduduk 58 juta jiwa sementara jumlah bukunya sebanyak 6,04 juta eksemplar dengan rasio 0,10. Di Kalimantan, jumlah penduduknya 16 juta jiwa, dan jumlah bukunya sebanyak 2,05 juta eksemplar, dengan rasio 0,60. 

Di Sulawesi dan Nusa Tenggara, jumlah penduduk 31 juta jiwa, jumlah bukunya 2,3 juta eksemplar, dengan rasio 0,63. Sementara di Papua dan Maluku, jumlah penduduk 8,6 juta jiwa, jumlah bukunya 709 ribu eksemplar, dengan rasio 0,38. 

Syarif menegaskan, buku adalah sumber ilmu pengetahuan. Membaca buku, menyebabkan seseorang berpikir dan membandingkan apa yang tersedia di buku dengan pengalaman pribadinya. Hal ini kemudian memunculkan pergumulan diskusi di dalam otak manusia. 

Saat ini, sudah bukan saatnya menghakimi Indonesia memiliki budaya baca yang rendah. Sebab, menurut Syarif, bagaimana budaya baca Indonesia mau tinggi jika jumlah buku secara nasional saja masih kurang. 

"Menurut saya, sudah tidak relevan lagi untuk terus mengangkat-angkat tentang tingkat budaya baca. Yang paling penting sekarang adalah tingkat ketersediaan sarana prasarana," kata Syarif menegaskan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement