Senin 29 Mar 2021 16:45 WIB

Sinergi Seluruh Elemen Bantu Pemulihan Ekonomi

Hingga akhir 2020, realisasi program PEN mencapai Rp 579,8 triliun.

Petugas merapikan susunan produk UMKM yang ditawarkan di Paviliun Sumatera Utara Gedung SMESCO, Jakarta, Jumat (26/2/2021). Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan restrukturisasi kredit ke sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitur dengan nilai Rp388,33 triliun.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Petugas merapikan susunan produk UMKM yang ditawarkan di Paviliun Sumatera Utara Gedung SMESCO, Jakarta, Jumat (26/2/2021). Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan restrukturisasi kredit ke sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitur dengan nilai Rp388,33 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Bowo Pribadi

Indonesia mampu menunjukkan resiliensi (kemampuan berdaptasi) ekonomi kendati pandemi Covid-19 yang telah berlangsung satu tahun lebih mengakibatkan kontraksi ekonomi yang luar biasa. Salah satu kunci keberhasilan tersebut adalah adanya kebijakan extraordinary, kerja keras, serta koordinasi para stakeholder penyelenggara negara dalam dalam upaya pemulihan ekonomi dan menghadapi situasi serba sulit akibat pandemi.

Hal ini terungkap dalam acara ‘Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional’ di Semarang, Jawa Tengah. Dalam kesempatan ini, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pandemi Covid-19 telah mengubah arah sosial ekonomi global secara signifikan.

Di tengah krisis kesehatan yang masih persisten menyebar di seluruh dunia, kebijakan extraordinary serta kerja keras dan koordinasi berbagai pihak mampu mencegah kontraksi ekonomi lebih dalam di tahun 2020. Artinya, Indonesia masih mampu menunjukkan resiliensi ekonominya meskipun ada kontraksi pertumbuhan sebesar -2,1 persen, dan menjadi salah satu yang terkecil dibanding negara G-20 dan ASEAN.

“Karena kami terus berkomunikasi dengan DPR, secara transparan menyampaikan apa yang sedang dihadapi dan kemudian DPR membahasnya. Alhamdulillah, kita selama ini didukung,” jelasnya.

Sri Mulyani juga mengatakan, atas kondisi tersebut Indonesia perlu untuk mengakselerasi di 2021 ini, guna mengembalikan lagi kesejahteraan masyarakat dalam situasi masih pandemi. Salah satu langkah cepat sebagai respons luar biasa untuk menghadapi dampak pandemi adalah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Selain itu, fleksibilitas APBN juga diperluas, yaitu dengan izin pelebaran defisit di atas tiga persen hingga 2022, dalam rangka mendukung kebutuhan dana penanganan dampak pandemi yang sangat besar. Program PEN, lanjutnya, disusun secara cermat dengan upaya perbaikan yang berjalan secara terus-menerus agar mampu mengatasi krisis kesehatan sekaligus meringankan beban berbagai pihak yang terdampak akibat pandemi.

Hingga akhir 2020, realisasi program PEN mencapai Rp 579,8 triliun, yang digunakan untuk membiayai berbagai program dalam enam kluster prioritas, yang meliputi kesehatan, perlindungan sosial, dukungan UMKM, insentif dunia usaha, sektoral kementerian/ lembaga (K/L) dan pemda, serta pembiayaan korporasi.

Sinergi yang kuat juga terus dibangun bersama berbagai pihak, termasuk dengan Bank Indonesia, Otoritas jasa Keuangan (OJK), maupun dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Termasuk juga paket kebijakan terpadu untuk peningkatan pembiayaan dunia usaha telah disiapkan guna memacu pemulihan ekonomi, khususnya dari sektor potensial dan strategis,” tegas Sri Mulyani.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, berbagai manfaat program PEN telah dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha. Antara lain melalui insentif khusus tenaga kesehatan, berbagai bansos untuk melindungi konsumsi dan daya beli masyarakat miskin dan rentan.

Kemudian, bantuan cash buffer untuk UMKM, bantuan cashflow dalam bentuk insentif perpajakan bagi dunia usaha, hingga pembentukan proyek padat karya untuk menyerap tenaga kerja. “Melalui kerja keras, PEN yang ditopang APBN serta sinergi antarinstitusi dan seluruh elemen bangsa, Indonesia mampu menghadapi pandemi di 2020 dan mulai menunjukkan tanda- tanda pemulihan ekonomi,” katanya.

Hal itu, lanjut Wimboh, memberikan optimisme yang menjadi bekal untuk menghadapi 2021. “Tentunya dengan tetap menjaga kewaspadaan karena pandemi Covid-19 belum usai,” tambahnya.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menambahkan, selain program PEN, kebijakan BI dan OJK juga diarahkan untuk mengakomodasi pemulihan ekonomi. BI, jelasnya, telah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 150 bps sejak 2020 ke level 3,5 persen.

Selain itu, BI menempuh pelonggaran likuiditas (quantitative easing) yang cukup besar, yaitu mencapai Rp 726,57 triliun pada 2020 dan Rp 50,29 triliun pada 2021 (per 16 Maret). Berbagai program penting yang telah diluncurkan.

Antara lain seperti pelonggaran uang muka pembelian kendaraan, pelonggaran Loan to Value/Financing to Value kredit pembiayaan properti, perpanjangan restrukturisasi kredit debitur terdampak Covid-19. Termasuk relaksasi Aset Tertimbang Menurut Rasio (ATMR) kredit kendaraan bermotor dan rumah tinggal, yang menjadi contoh sinergi kebijakan yang kuat dan terkoordinasi dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Kegiatan ini menunjukkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi yang didukung oleh suatu sinergi yang kuat dari pemerintah, Bank Indonesia, dan OJK. “Dalam konteks ini, BI juga mengajak perbankan, Bank Himbara, bank swasta, dan dunia usaha agar terus menjaga optimisme yang penting dalam upaya memulihkan ekonomi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement