Rabu 31 Mar 2021 05:48 WIB

Nepal Tutup Sekolah Akibat Polusi Udara

Jutaan siswa terdampak penutupan sekolah di Nepal

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nashih Nashrullah
Jutaan siswa terdampak penutupan sekolah di Nepal. Ilustrasi sekolah di Kathmandu Nepal
Foto: EPA-EFE/NARENDRA SHRESTHA
Jutaan siswa terdampak penutupan sekolah di Nepal. Ilustrasi sekolah di Kathmandu Nepal

REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU – Nepal telah memerintahkan sekolah tutup selama empat hari setelah polusi udara naik ke tingkat yang berbahaya. Kondisi ini memaksa jutaan siswa untuk tinggal di rumah di seluruh negeri.

Kementerian Kesehatan memerintahkan warga harus tetap di dalam ruangan dan tidak keluar kecuali untuk keadaan darurat. Juru bicara Kementerian Pendidikan, Deepak Sharma, mengatakan sekitar delapan juta siswa telah terpengaruh oleh penutupan tersebut.  

Baca Juga

Dikutip dari Aljazirah, negara berpenduduk 30 juta orang terletak di Himalaya antara Cina dan India, dua penghasil polusi terbesar di dunia. Polusi udara adalah masalah kronis di Ibu Kota Kathmandu yang berkembang pesat.

Pejabat pemerintah Shankar Paudel, selama akhir pekan, tingkat polusi mencapai level tertinggi di ibu kota sejak pemerintah mulai membuat catatan pada 2016. Data Departemen Lingkungan menunjukkan, tingkat rata-rata 24 jam PM2.5 atau partikel halus yang dapat mencapai jauh ke dalam paru-paru, adalah 214 mikrogram per meter kubik di kawasan kelas atas Bhaisepati di Kathmandu pada akhir pekan. Padahal Tingkat standar pemerintah adalah 40 mikrogram per meter kubik.

Debu dari pekerjaan konstruksi, knalpot dari kendaraan tua yang tidak terawat dengan baik, dan asap dari pembakaran batu bata berbaur dalam kabut keruh yang menggantung di atas kota kuno berpenduduk empat juta orang. Kondisi ini pun meningkatkan risiko kanker, stroke, asma, dan tekanan darah tinggi.

Pejabat di satu-satunya bandara internasional Nepal di Kathmandu mengatakan jarak pandang yang buruk, yang turun hingga 1.000 meter atau secara luas mengganggu penerbangan pada Senin (29/3).

 

Sumber: aljazeera

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement