Jumat 07 May 2021 15:46 WIB

Jaga Warga Modal Sosial Masyarakat DIY Kontrol Pemudik

Metode Jaga Warga menekankan prinsip gotong royong.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berjalan seusai menghadiri acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK) di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/8/2020). Acara yang diisi dengan gelar wicara tersebut diadakan untuk memberikan apresiasi kepada instansi pusat dan pemerintah daerah yang berhasil menjalankan pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Foto: ANTARA /Hafidz Mubarak A
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berjalan seusai menghadiri acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK) di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/8/2020). Acara yang diisi dengan gelar wicara tersebut diadakan untuk memberikan apresiasi kepada instansi pusat dan pemerintah daerah yang berhasil menjalankan pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, meminta adanya partisipasi masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap pemudik yang masuk ke DIY. Terlebih di masa larangan mudik saat ini agar penyebaran Covid-19 dapat diminimalisasi.

Hal ini, kata Sultan, dilakukan melalui memperkuat 'Jaga Warga'. Menurutnya, Jawa Warga ini merupakan modal sosial masyarakat DIY dengan turut melakukan kontrol terhadap pemudik yang masuk ke DIY.

"Partisipasi warga di tingkat RT/RW untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19 melalui Jaga Warga harus senantiasa diperkuat. Metode Jaga Warga menekankan prinsip gotong royong sebagaimana modal sosial masyarakat Yogya dengan turut melakukan kontrol kepada pendatang," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.

Sultan meminta masyarakat yang ada di luar DIY untuk tidak melakukan kegiatan mudik. Begitu pun dengan masyarakat di DIY yang diminta untuk tidak melakukan perjalanan keluar daerah.

Larangan mudik dan perjalanan luar daerah, dilakukan sebagai upaya mencegah agar tidak naiknya kasus terkonfirmasi positif Covid-19 usai libur Lebaran. Pasalnya, kenaikan kasus positif di DIY selalu naik usai libur berdasarkan pengalaman sebelumnya.

"Saya memahami tidak ada yang bisa mengobati kerinduan kepada sanak saudara selain bertatap muka dan berjabat tangan langsung dengan mereka. Namun, kiranya dalam situasi saat ini kita lebih baik menjaga mereka dengan melepas rindu dalam jarak demi mengurangi potensi risiko paparan Covid-19," ujarnya.

Sultan menjelaskan, ada tiga periode libur panjang sebelumnya yang mengakibatkan mobilitas masyarakat meningkat. Hal ini pun berakibat pada penambahan kasus positif yang kenaikannya cukup signifikan di DIY.  

Di periode pertama terjadi di libur Tahun Baru Islam pada 20-23 Agustus 2020 lalu. Periode kedua terjadi usai libur peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 28 Oktober sampai 1 November 2020 dan periode ketiga terjadi pada masa libur panjang Natal dan Tahun Baru 2021 lalu.

"Adanya kenaikan jumlah kasus positif ini lantas membuat DIY melakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hingga tingkat mikro," jelas Sultan.

Ia juga meminta agar masyarakat tidak menggelar takbir keliling menjelang Idul Fitri 2021. Sehingga, potensi kerumunan pun diharapkan dapat diminimalisasi. "Saya berharap masyarakat untuk tidak melakukan takbiran keliling," tambahnya.

Selain itu, Pemerintah Kota Yogyakarta juga meminta masyarakat meniadakan pelaksanaan takbir keliling. Namun, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, mengimbau agar pelaksanaan takbir hanya dilakukan di masjid. "Tidak ada takbir keliling, takbiran dilakukan di masjid-masjid saja," kata Heroe.

Heroe menyebut, takbir yang dilakukan di masjid harus dengan pembatasan dengan kapasitas 50 persen. Ia menegaskan bahwa pelaksanaan takbiran ini harus dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang ketat. "Dan tidak melibatkan anak-anak," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement