Senin 24 May 2021 18:22 WIB

Soal Stigma tak Patuh Pancasila, Ini Kata Kasatgas KPK

Kasatgas KPK mengatakan pemberantasan korupsi suatu kesetiaan ke Pancasila.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Kaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021). Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK dengan didampingi beberapa lembaga hukum melakukan pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM pada asesmen TWK.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Kaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021). Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK dengan didampingi beberapa lembaga hukum melakukan pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM pada asesmen TWK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hotman Tambunan mengatakan 75 pegawai yang dinonaktifkan merupakan pekerja yang taat pada ideologi negara. Karena itu, ia meminta agar jangan ada lagi stigma bersifat radikalisme, tidak setia pada Pancasila, UUD 1945, NKRI serta Bhineka Tunggal Ika terhadap 75 pegawai tersebut. 

"Pekerjaan teman-teman dalam rangka untuk memberantas korupsi itu adalah merupakan suatu kesetiaan yang utuh kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kepada Bhineka Tunggal Ika," kata Hotman Tambunan usai menyerahkan laporan pelanggaran ke Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5).

Baca Juga

Hal tersebut dia sampaikan menyusul status tidak memenuhi syarat (TMS) yang disandang puluhan pegawai itu berdasarkan tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK. Dia menegaskan, pekerjaan puluhan pegawai itu dilakukan guna mencapai tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana disebutkan di dalam pembukaan UUD 1945.

"Karena kami berpikiran saat ini kita masih terkendala dalam hal mencapai tujuan berbangsa dan bernegara disebabkan oleh tindakan-tindakan yang bersifat koruptif," katanya.

Tes tersebut merupakan syarat peralihan status kepegawaian untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia mengungkapkan bahwa ada delapan hal yang dinilai telah melanggar HAM para pegawai KPK. 

Namun, dia tidak menyebutkan pelanggaran yang dimaksud dan menjadi laporan ke Komnas HAM. "Saya ingin menyampaikan bahwa kami akan menggunakan apa yang diberikan oleh hukum untuk menjaga harkat dan martabat kami,' katanya.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan mengatakan ada tindakan oknum pimpinan KPK yang telah dilakukan untuk membebastugaskan 75 pegawai yang berintegritas tersebut. "Kami melaporkan terkait dengan tindakan oknum pimpinan KPK, saya katakan oknum karena saya yakin tidak semuanya, bahwa ada tindakan semena-mena yang dilakukan dengan sedemikian rupa," katanya.

Novel mengatakan, pelanggaran yang terjadi berhubungan dengan penyerangan terhadap privasi pegawai, penyerangan terhadap hal-hal yang bersifat seksual hingga masalah beragama. Dia menegaskan bahwa penyerangan-penyerangan itu sangat tidak pantas dilakukan dan berbahaya.

Dia kembali menekankan bahwa pelaksanaan TWK diyakini dilakukan sedemikian rupa sehingga menjadi suatu cara untuk menyingkirkan pegawai KPK yang bekerja dengan baik dan berintegritas. Dia mengatakan kalau hal ini bukan pertama kali terjadi namun sudah berkali-kali dilakukan.

Seperti diketahui, TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan TMS berdasarkan tes tersebut.

KPK kemudian menerbitkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan. Surat tertanda Ketua KPK Firli Bahuri dan salinannya ditandatangani Plh Kepala Biro SDM Yonathan Demme Tangdilintin itu memerintahkan pegawai yang tidak lolos untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab mereka kepada atasan langsung.

Presiden Joko Widodo menegaskan agar TWK tidak boleh serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK yang dinyatakan TMS. Dia mengatakan, KPK harus memiliki SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.

Mantan wali kota Solo ini melanjutkan, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis. Jokowi berpendapat bahwa hasil TWK seharusnya menjadi masukan untuk langkah perbaikan KPK. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement