Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erli Ananda Runikasari

Prediksi Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam Beberapa Tahun yang Akan Datang

Info Terkini | Monday, 24 May 2021, 21:27 WIB

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara. Dalam melakukan kegiatan operasionalnya, bank konvensional mengambil keuntungan dengan menggunakan sistem bunga pada produk yang ditawarkan. Sistem bunga inilah yang menjadi kelemahan dalam perbankan konvensional, yang dapat memberikan kerugian bagi perekonomian suatu negara dan kesengsaraan kepada masyarakatnya. Melihat kelemahan dari bank konvensional tersebut, sehingga diperkenalkan sistem ekonomi yang berbasis ke Islaman atau yang lebih dikenal dengan sistem ekonomi syariah kepada masyarakat. Dimana sistem ekonomi syariah ini menganut prinsip bagi hasil dan mengharamkan riba dalam melaksanakan kegiatannya. Di Indonesia, yang penduduknya mayoritas beragama Islam terhitung lambat dalam mengikuti perkembangan perbankan syariah. Secara nasional, Indonesia mulai menjalankan kegiatan perbankan syariah pada tanggal 1 Mei 1992 yang ditandai dengan beroperasinya PT. Bank Muamalat Indonesia. Secara umum, bank syariah hampir mirip dengan produk yang dimiliki bank konvensional. Perbedaan yang kentara hanyalah bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil. Selain itu, landasan nilai yang diadopsi bank syariah adalah nilai keseimbangan, kebermanfaatan, dan juga keislaman.

Kemajuan perbankan syariah meningkat pesat ketika terjadi krisis moneter tahun 1997, yang disebabkan oleh turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Krisis ekonomi ini menjadi momentum perkembangan bank syariah di Indonesia yang ditandai dengan disetujuinya UU No.10 tahun 1998 menggantikan UU No. 7 tahun 1992. Dalam UU No. 10 tahun 1998 tersebut, diatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah dan memberikan araha bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Setelah UU No. 10 tahun 1998 pemerintah memperbaiki dan menyetujuinya, sehingga hadirlah UU No. 21 tahun 2008 yang mengatur secara lebih terperinci mengenai bank syariah, kelayakan dalam penyaluran dana dan larangan bagi bank syariah. Serta peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam mengawasi kinerja bank syariah agar selalu sesuai syariah Islam dan peraturan pemerintah, tidak merugikan masyarakat dan dapat membantu perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.Pertumbuhan industri keuangan syariah di Indonesia dipengaruhi oleh permintaan masyarakat terhadap penggunaan transaksi berbasis syariah yang meningkat signifikan. Adapun berbagai macam produk syariah yang digunakan masyarakat seperti pembiayaan, pembelian suatu barang, investasi, sukuk, dan produk lainnya. Prospek ekonomi syariah semakin menjanjikan, seiring dengan eksistensi Dewan Syariah Nasional (DSN) yang meningkat. Lembaga pendidikan ekonomi syariah juga meningkat. Efek globalisasi juga menunjukkan keunggulan ekonomi Islam makin dikenal secara internasional. Terbukti semakin banyak lembaga keuangan internasional, baik bank maupun pasar modal, yang membuka unit syariah.

Mulai tanggal 1 Februari 2021 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan izin untuk Bank Syariah Indonesia sebagai entitas baru. Merger tiga bank syariah yakni BRIsyariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah resmi bergabung menjadi Bank Syariah Indonesia. Gabungan anak usaha bank-bank BUMN ini juga akan menjadi Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III dengan modal inti sebesar Rp 20,4 triliun dengan total aset sekitar Rp 239,56 triliun. Tujuan tersebut diwujudkan melalui penggabungan bank syariah milik BUMN. Penggabungan tersebut akan menciptakan bank syariah terbesar di Indonesia yang berdaya saing global dan memiliki potensi menjadi 10 bank syariah teratas secara global berdasarkan kapitalisasi pasar. Selain itu, merger akan menghasilkan bank syariah dengan produk konsumer yang beragam didukung oleh kemampuan teknologi yang terbaik untuk menyediakan pelanggan dengan pengalaman perbankan digital yang lebih baik. Bank syariah akan didukung dengan jaringan yang luas lebih dari 1.200 cabang yang akan cukup untuk melayani permintaan nasabah. Bank syariah juga akan memiliki neraca dan kinerja keuangan yang baik, dengan target Rp272 triliun pembiayaan pada 2025 dan pendanaan Rp336 triliun pada 2025.

Keberadaan bank syariah menjadi sinyal positif bagi yang ingin mengamalkan prinsip syariah, termasuk dalam urusan finansial. Dari ulasan di atas, jelas sudah produk dan kegiatan dalam bank syariah dijalankan dengan memegang aturan-aturan yang diatur dalam agama. Dengan memahami prinsip syariah. Prospek dari bank syariah sangat baik. Sebab, Indonesia memiliki tiga syarat yang menjadikan banks syariah bertumbuh dengan baik. Pertama, masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam. Tidak bisa dimungkiri bahwa syariah memang identik Islam. Kedua, sumber daya manusia (SDM) yang berlimpah. Maksudnya adalah SDM di Indonesia telah memiliki kualifikasi yang memadai. Kualifikasi tersebut didapatkan dari sekolah maupun universitas. Dari lembaga belajar pun telah tersedia dengan aneka jurusan yang mengurusi perbankan syariah. Maka, bank syariah cukup prospek bagi perbankan di Indonesia. Bank Indonesia memprediksi perbankan syariah semakin berkembang dalam melakukan usahanya. Bank Indonesia mencatat layanan perbankan syariah sudah semakin luas dan menjangkau hampir seluruh provinsi di Indonesia. Jika dilihat perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang telah melakukan inovasi dan perubahan dari waktu ke waktu bisa diprediksi bahwa Bank Syariah Indonesia akan semakin maju dan banyak di minati oleh masyarakat di Indonesia khususnya yang beragama Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image