Kamis 27 May 2021 16:56 WIB

Pemkab Bantul Gelar Sarasehan Refleksi 15 Tahun Gempa

Hari ini genap 15 tahun terjadinya gempa Bantul 27 Mei Tahun 2006.

Warga melihat monumen peringatan gempa bumi di tepi Sungai Opak, Pundong, Bantul, Yogyakarta, Kamis (27/5). Saat sarasehan 15 tahun Gempa Yogyakarta disebutkan bahwa titik episentrum gempa bumi dengan kekuatan 5,9 skala Richter terletak di area ini. Terjadi pada kedalaman 10 kilometer di bawah Sungai Opak. Sekitar 5,800 orang meninggal dan 20 ribu orang luka-luka.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Warga melihat monumen peringatan gempa bumi di tepi Sungai Opak, Pundong, Bantul, Yogyakarta, Kamis (27/5). Saat sarasehan 15 tahun Gempa Yogyakarta disebutkan bahwa titik episentrum gempa bumi dengan kekuatan 5,9 skala Richter terletak di area ini. Terjadi pada kedalaman 10 kilometer di bawah Sungai Opak. Sekitar 5,800 orang meninggal dan 20 ribu orang luka-luka.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar Sarasehan dan Doa Bersama dalam rangka Refleksi 15 Tahun Gempa Bumi Bantul. Kegiatan mengangkat tema Merawat Ingatan Masyarakat dalam Mewujudkan Bantul Tangguh Bencana.

"Hari ini genap 15 tahun terjadinya gempa Bantul 27 Mei Tahun 2006, gempa bumi dahsyat yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah tepat 15 tahun lalu itu masih jelas dalam ingatan kita," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, Dwi Daryanto, saat pembukaan refleksi di Bantul.

Refleksi 15 Tahun gempa Bantul dilaksanakan di kawasan Tugu Prasasti Episentrum Gempa Bumi Bantul 2006, Dusun Potrobayan, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Bantul, yang mana merupakan episenter gempa tektonik bermagnitudo 5,9 skala Richter yang terjadi pada Sabtu, 27 Mei 2006.

"Bahwa peristiwa tersebut menjadi sebuah peristiwa yang tidak hanya menimbulkan kerugian harta benda dan nyawa, namun juga mengubah tatanan kehidupan dan tatanan sosial yang ada di sekeliling kita," katanya.

 

Dia juga mengatakan, peristiwa gempa tersebut tentu tidak luput dari sebuah pembelajaran dan hikmah yang harus dapat dijadikan titik balik bangkitnya kesadaran masyarakat, bahwa kita hidup di wilayah rawan bencana dan kapan saja bisa terjadi lagi, bahkan ancaman bencana yang lainnya.

"Meskipun pada saat itu bisa dikatakan pengetahuan masyarakat terhadap bencana masih sangat rendah, minimnya edukasi tentang kebencanaan dan kesisapsiagaan bencana yang belum terasa, namun satu hal yang patut dibanggakan, bahwa pemulihan hanya butuh waktu kurang lebih dua tahun," katanya.

Bahkan, kata dia, sampai sekarang ini di wilayah manapaun seluruh dunia, terkait kejadian gempa belum ada yang menandingi pemulihan dampak pascagempa lebih cepat dari Bantul.

"Kearifan lokal masyarakat yang menjadi pendorong pemulihan merupakan warisan yang tidak dilupakan, untuk itu kegiatan refleksi gempa bumi Bantul tidak hanya mengingatkan dahsyatnya peristiwa gempa, namun melestarikan kearifan lokal yang menjadi kekuatan besar dalam membentuk ketangguhan masyarakat Bantul," katanya.

Dwi mengatakan tema kegiatan refleksi gempa saat ini adalah 'Merawat Ingatan Masyarakat Dalam Mewujudkan Bantul Tangguh Bencana', adalah bukan semata mengingatkan kembali peristiwa yang tidak mungkin dilupakan masyarakat Bantul.

"Akan tetapi kita ingin terus mengedukasi seluruh warga masyarakat, bahwa bencana gempa akan terus terulang, walaupun sebelum 2006, Bantul sudah mengalami musibah, namun tidak terekam dalam memori kita bersama," ujar dia.

sumber : Antara.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement