Rabu 02 Jun 2021 22:40 WIB

Kekerasan di Sekolah, Dinas: Hormati Proses Hukum

Dinas P3AP2KB akan melakukan pendampingan terhadap para korban.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kekerasan di Sekolah, Dinas: Hormati Proses Hukum (ilustrasi).
Foto: Foto : MgRol112
Kekerasan di Sekolah, Dinas: Hormati Proses Hukum (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BATU -- Pemerintah Kota (Pemkot) Batu melalui Dinas P3AP2KB menghormati proses hukum yang sedang berlangsung pada kasus kekerasan di SMA berinisial SPI. Pemilik sekolah tersebut diduga telah melakukan kekerasan seksual, psikis, verbal dan eksploitasi terhadap sejumlah siswa.

Kepala DP3AP2KB Kota Batu, MD Furqon mengatakan, dalam proses hukum terdapat asas praduga tidak bersalah. Aspek ini harus tetap dipegang teguh sampai putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum keluar. "Jadi itu sikap kita selaku pemerintah Kota Batu," ucap Furqon kepada wartawan seusai mengunjungi SMA SPI, Kota Batu, Rabu (2/6).

Pada aspek perlindungan anak, Dinas P3AP2KB akan melakukan pendampingan terhadap para korban. Dalam hal ini, baik pendampingan psikologis berupa trauma healing maupun medikologinya. Pada aspek ini, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang akan bertugas mendampingi psikologis korban dan keluarganya.

Menurut Furqon, kekerasan terhadap anak pada dasarnya termasuk kejahatan luar biasa. Perilaku ini serupa dengan kejahatan HAM, teroris dan korupsi. Oleh karena itu, dia meyakini, kasus ini akan selesai sebelum akhir Juni. 

 

Berdasarkan keterangan Polda Jatim, pada pekan ini aparat akan melakukan gelar perkara. Hal ini berarti penetapan calon tersangka kasus akan segerakan dilakukan. 

Sementara itu, Wakil Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih mendorong penegakkan hukum terus dijalankan sambil menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. DPRD juga meminta pihak sekolah terbuka dalam membantu aparat menyelesaikan kasus tersebut. Mereka tidak perlu takut sekalipun secara relasi kuasa semisal kepala sekolah berada jauh di bawah terduga JE.

Selain itu, pihaknya juga meminta kepada Wali Kota Batu dapat berkomunikasi dengan para pengelola lain selain tersangka sebagai pemilik utama. Langkah ini perlu dilakukan untuk memikirkan masa depan dari sekolah SPI. "Karena sekolah ini dikelola dengan biaya tidak murah, semuanya gratis murni dan ber-boarding school," ungkapnya.

Dalam konteks mempercepat pembuktian, DPRD menyarankan kepada alumni SPI yang pernah mengalami kekerasan untuk melapor. Hal ini perlu dilakukan agar proses penindakannya berjalan dengan cepat. Kemudian juga membantu aparat penegak hukum untuk segera menyelesaikan kasus tersebut.

Dengan wali kota, pihaknya sepakat berdiri di atas kepentingan terbaik untuk para korban. DPRD sudah berkomunikasi dengan Komnas PA seandainya dibutuhkan konseling dan psikososial dan sebagainya. Hal ini terutama untuk para alumni SPI yang pernah menjadi korban kekerasan.

Sebelumnya, Komnas PA mendatangi Mapolda Jawa Timur untuk melaporkan kasus dugaan kekerasan seksual, kekerasan fisik dan verbal, serta eksploitasi ekonomi terhadap puluhan anak yang dilakukan salah satu pemilik sekolah di Kota Batu. Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait turun langsung melapor ke Polda Jatim di Surabaya didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu M.D. Furqon serta tiga korban kekerasan seksual, Sabtu (29/5).

"Ini menyedihkan karena ini adalah sekolah yang dibanggakan oleh Kota Batu dan Jatim, tapi ternyata menyimpan kejahatan luar biasa hingga bisa mencederai dan menghambat anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik," kata Arist kepada wartawan usai membuat laporan.

Sekolah yang dimaksud oleh Arist berinisial SPI, yakni sekolah ternama yang gratis bagi anak-anak kurang mampu dan yatim piatu di Kota Batu. Sementara, pihak dilaporkan oleh Arist adalah pemilik SPI berinisial JE yang diduga melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, dan eksploitasi anak-anak.

"Ternyata di sana tersimpan kasus-kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh pemilik SPI. Dia melakukan kejahatan seksual terhadap puluhan anak-anak pada masa bersekolah di situ antara kelas 1, 2, dan 3 sampai pada anak itu lulus dari sekolah masih mengalami kejahatan seksual," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement