Sabtu 12 Jun 2021 12:40 WIB

Perajin Tahu di Ngawi Keluhkan Harga Kedelai Meroket

Harga kedelai naik sejak pertengahan 2020, hingga banyak perajin gulung tikar.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Perajin memproduksi tahu di sentra industri tahu Krapyak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Perajin memproduksi tahu di sentra industri tahu Krapyak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NGAWI -- Sejumlah perajin tahu di sentra produksi Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, mengeluhkan meroketnya harga kedelai yang menjadi bahan baku utama usaha mereka. Hal itu berpengaruh pada proses produksi.

Salah satu pengusaha tahu Murjoko mengatakan,  harga kedelai terus naik secara bertahap sejak pertengahan 2020 hingga saat ini. "Bersamaan dengan masa pandemi Covid-19, harga kedelai baik lokal maupun impor terus naik. Kami para perajin tahu sangat keberatan, bahkan beberapa di antaranya sudah tutup karena tidak mampu bertahan," ujar Murjoko di Ngawi, Jumat (11/6).

Harga kedelai impor saat ini telah naik menjadi Rp 12 ribu per kilogram (kg) dari sebelumnya yang berkisar antara Rp 8.500 hingga Rp 10 ribu per kg. Demikian juga kedelai lokal saat ini telah mencapai Rp 12 ribu per kg. Padahal, harga biasa hanya sekitar Rp 9.000 hingga Rp 10 ribu pr kg.

Untuk bertahan akibat harga bahan baku yang terus naik, Murjoko terpaksa menaikkan harga jual tahunya. "Jika biasanya satu kotak cetakan besar dijual Rp 10 ribu, sekarang naik menjadi Rp 15 ribu. Hal itu untuk membantu biaya produksi tahu," katanya.

Murjoko mengaku, tidak mendapat untung yang layak jika harga bahan baku kedelai telah mencapai Rp 12 ribu per kg. Jika kondisi tersebut terus berlangsung, usahanya dipastikan akan gulung tikar. Menurut dia, di lingkungannya dulu ada 10 industri kecil pembuatan tahu. Saat ini, tinggal empat perajin saja yang bertahan.

Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono mengatakan, tingginya harga kedelai di pasaran disebabkan dampak dari petani yang mulai kurang tertarik menanam kedelai.

"Kondisi itu membuat kita memiliki ketergantungan pada kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sisi lain, pandemi sempat membuat semua komoditas impor mengalami kelangkaan sehingga harga terus naik," kata Ony.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement