Rabu 07 Jul 2021 20:57 WIB

Warga Dieng Kulon Sudah Merasakan Tanda Munculnya Bun Upas

Tanda tanda alam bakal munculnya bun upas di dataran tinggi Dieng sudah mulai terasa.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Embun beku atau lebih dikenal dengan embun upas Dieng (ilustrasi)
Foto: republika
Embun beku atau lebih dikenal dengan embun upas Dieng (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,BANJARNEGARA -- Sejumlah warga yang tinggal di kawasan dataran Tinggi Dieng, khususnya di wilayah Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah mengaku mulai merasakan tanda- tanda alam fenomena bun upas atau embun beku di lingkungan mereka.

Fenomena alam yang ditandai dengan suhu udara yang cukup sejuk (bahkan ekstrim) hingga mencapai titik beku –pada saat musim kemarau tersebut-- jamak mengakibatkan butiran embun menjadi beku.

Bagi sebagian petani kentang di wilayah dataran tinggi Dieng, fenomena bun upas –yang umumnya mencapai puncaknya pada bulan Juli hingga Agustus—tersebut, sangat tidak bersahabat. Karena sangat berpengaruh terhadap budidaya tanaman mereka.

Budiyono (45), salah seorang warga Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara yang dikonfirmasi Republika menuturkan, tanda tanda alam bakal munculnya bun upas di dataran tinggi Dieng sudah mulai terasa.

“Tadi pagi bun upas sudah keluar, meskipun baru awalan yang ditandai dengan suhu udara sudah mendekati titik beku, 2 Derajat Celcius, pada pukul 06.00 WIB,” ungkapnya, melalui sambungan telepon, Rabu (7/7).

Ia mengungkapkan, di pusat- pusat bun upas --seperti di pelataran Candi Arjuna serta lapangan Dieng Kulon—fenomena embun beku tersebut sudah terlihat meskipun masih tipis- tipis, karena masih permulaan.

Ia juga menyebut, kendati permulaan muculnya bun upas ini terhitung terlambat. Karena biasanya permulaan tersebut berlangsung pada akhir Mei dan awal bulan Juni dan akan mencapai puncaknya pada bulan Juli hingga Agustus.

Namun di bulan Mei hingga memasuki bulan Juni lalu, kawasan dataran tinggi Dieng masih diguyur hujan, sehingga belum bisa dikatakan musim kemarau.

Ia juga menyampaikan, tanda- tanda alam yang jamak menyertai datangnya fenomena bun upas adalah suhu udara yang lebih sejuk di kawasan dataran tinggi Dieng pada sore hari, terutama saat matahari menjelang terbenam.

Suhu yang semakin sejuk tersebut –biasanya-- akan terus berlangsung pada malam hari hingga menjelang fajar. “Saat ini pun, suhu udara sore hari di dataran tinggi Dieng sudah mulai terasa dingin, tidak seperti hari- hari sebelumnya,” lanjut Budiyono.

Ia juga menjelaskan, terkait dengan dampak fenomena bun upas di dataran tinggi Dieng, umumnya memang sudah diantisipasi oleh para petani Kentang. Namun bagi yang sudah terlanjur menanam ya pasti akan mengalami kerugian.

Biasanya petani memang menahan diri terlebih dahulu untuk tidak menanam, saat ‘musim’ bun upas. Mereka akan mulai menanam saat masa bun upas bakal berakhir, guna menghindari kerusakan tanaman.

Karena karakter tanaman kentang relatif berbeda dengan jenis tanaman lain di kawasan dataran tinggi Dieng. Misalnya seperti kubis, wortel dan carica yang lebih tahan terhadap dampak bun upas.

“Kalau tanaman kentang, begitu bun upas sudah menempel pada daun kalua belum kena sinar matahari akan layu terlebih dahulu. Setelah matahari sudah bersinar dengan terik daun tanaman kentang biasanya akan menjadi kering,” tegasnya.

Sementara itu, Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG Ahmad Yani, Giyarto mengungkapkan, terkait dengan fenomena bun upas –untuk saat ini-- memang sudah berpotensi terjadi di wilayah dataran tinggi Dieng.

Terlebih lagi, pengaruh Monsoon Dingin Australia (masuknya masa udara dingin dari Australia) ke Jawa Tengah –khususnya bagian selatan-- sudah semakin kuat yang ditandai dengan temperatur udara yang lebih dingin dari biasanya dan cenderung kering.

Selain itu, tutupan awan juga sudah semakin berkurang yang menyebabkan radiasi sinar matahari melalui atmosfer tidak terserap. Maka potensi terjadinya udara yang lebih dingin di Jawa Tengah bagian selatan dan fenomena bun upas di dataran Tinggi Dieng memang sangat besar.

Yakni ditandai dengan kondisi suhu udara menjadi sangat dingin dan bahkan mendekati titik beku (0 Derajat Celcius) hingga embun yang di permukaan tanah maupun tanaman pun membeku.

Namun fenomena bun upas memang sangat tergantung dengan dinamika atmosfer harian. “Misalnya seberapa kuat proses penguapan tanah dan beberapa vegetasi (tanaman) yang ada di permukaannya,” tambah Giyarto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement