Rabu 25 Aug 2021 09:33 WIB

UGM Buat Gugus Tugas Kemandirian Industri Farmasi dan Alkes

Kurang lebih 95 persen persentase bahan baku produk farmasi masih diimpor dari luar.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Kampus UGM.
Foto: Wahyu Suryana.
Kampus UGM.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Rektor UGM, Prof Panut Mulyono, meluncurkan Tim Gugus Tugas Kemandirian Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (KIFA). Tim diharapkan mendorong terciptanya banyak produk farmasi dan alat kesehatan yang bisa dihilir ke masyarakat.

Panut mengatakan, pandemi Covid-19 selama lebih dari 1,5 tahun bisa menjadi momentum meningkatkan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan. Sebab, selama itu kita sangat bergantung ke vaksin dan obat yang bahan bakunya dari luar negeri.

"Selama ini bergantung kepada impor, namun kemandirian itu harus dilakukan lewat sinergi dengan berbagai instansi dan industri," kata Panut, Selasa (24/8).

Ia menyebut, saat ini kurang lebih 95 persen persentase bahan baku produk farmasi masih diimpor dari luar. Bahkan, alat kesehatan yang ada kini di RS-RS sekitar 94 persen bergantung pada produk impor, menunjukkan ketergantungan kita masih besar.

Bahan baku yang masih impor antara lain beta lactam sebagai bahan pembuatan obat amoksilin, lalu phenol untuk bahan pembuatan para amino phenol. Selanjutnya, ada benzene untuk para nitrochlorobenzene dan gelatin untuk pembuatan kapsul.

"Semua bahan baku ini diimpor dari Cina, India, Italia, Spanyol, Korea dan Malaysia," ujar Panut.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksono Tri Handoko menuturkan, mereka akan memfasilitasi riset-riset dari berbagai instansi manapun dari seluruh Indonesia. Kemudian, bila potensial akan dikerjasamakan dengan pihak industri.

"Secara regulasi, saat ini sangat mendukung kegiatan riset dan inovasi. Kita juga punya kebijakan insentif pajak produk riset kerja sama dengan industri, lalu soal royalti hingga dana abadi dana riset meski baru Rp 5 triliun," kata Laksono.

Namun, semua kemudahan regulasi ini akan sia-sia bila tidak bisa menggandeng industri dan pelaku usaha. Karenanya, BRIN akan memfasilitasi dari periset maupun pelaku usaha agar hasil inovasi bisa dimanfaatkan luas dan berdampak ekonomi.

"BRIN fokus membuat periset dan pelaku industri bisa memenuhi standar regulasi," ujar Laksono. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement