Ahad 19 Sep 2021 06:45 WIB

Adi Utarini: Ini Apresiasi bagi Peneliti dan Masyarakat

Uut menilai, ini apresiasi bagi peneliti-peneliti dan seluruh tim yang telah terlibat

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Adi Utarini
Foto: instagram/dokpri
Adi Utarini

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Peneliti Utama World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, Prof Adi Utarini, masuk daftar 100 orang paling berpengaruh 2021 versi majalah TIME. Bagi Prof Uut, pengakuan internasional itu tidak hanya diberikan kepadanya.

Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) ini memimpin tim meneliti teknologi Wolbachia untuk pengendalian DBD di Yogyakarta. Teknologi Wolbachia sendiri ditemukan Founder dan Direktur WMP Global, Prof Scott O'Neill pada 2008.

Setelah ribuan percobaan, O'Neill sukses mengisolasi Wolbachia dari Drosophila melanogaster (lalat buah) ke telur nyamuk Aedes aegypti. WMP merupakan lembaga non-profit untuk melindungi komunitas global dari penyakit yang ditularkan nyamuk.

Diinisiasi Monash University, secara garis besar wilayah WMP beroperasi di 11 negara, termasuk Indonesia. Terkait namanya yang masuk daftar 100 TIME, Prof Uut bersyukur dan merasa ini berkah Allah SWT bagi tim peneliti WMP Yogyakarta.

Uut menilai, ini apresiasi bagi peneliti-peneliti dan seluruh tim yang telah terlibat dalam penelitian. Juga mitra mereka Monash University, WPM Global dan Yayasan Tahija sebagai lembaga filantropi yang mendukung penuh penelitiannya.

"Serta, apresiasi bagi masyarakat Yogyakarta yang telah sangat terbuka dengan inovasi dan pemerintah daerah Yogyakarta yang mendukung penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat lebih luas mengurangi beban masyarakat karena dengue ," kata Uut, Sabtu (18/9).

Peneliti Pendamping WMP Yogyakarta, Riris Andono Ahmad menilai, penelitian pengembangan teknologi Wolbachia telah dimulai 2011. Direktur Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM ini menuturkan, fase awal untuk memastikan keamanan Wolbachia.

Dilanjutkan pelepasan di area terbatas. Pada 2017, uji efikasi Wolbachia dengan metode Randomised Controlled Trial dilakukan di Kota Yogyakarta membagi jadi 24 klaster, 12 mendapat intervensi Wolbachia dan 12 klaster jadi area pembanding.

Saat uji efikasi Wolbachia, pemantauan kasus dengue di area pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dilakukan menempatkan perawat peneliti. Ada di 17 puskesmas dan puskesmas pembantu Yogyakarta dan Puskesmas Sewon II Bantul. 

"Hasil uji efikasi Wolbachia ini menunjukkan hasil yang menggembirakan, yaitu Wolbachia efektif menurunkan 77 persen kasus dengue, dan menurunkan 86 persen kasus dengue yang dirawat di rumah sakit," ujar Donnie.

Entomology Team Leader WMP Yogyakarta, Warsito Tantowijoyo, turut menyoroti keamanan Wolbachia. Wolbachia merupakan bakteri alami di 60 persen serangga dan dalam Aedes aegypti menghambat perkembangan virus dengue dalam tubuh nyamuk.

Sehingga, saat menggigit manusia tidak terjadi transmisi virus. Intervensi WMP lakukan menitip ember telur nyamuk ber-Wolbachia di rumah warga dan fasilitas umum. Penggantian telur nyamuk dilakukan dua pekan sekali selama enam bulan.

"Setelah periode pelepasan selesai dan diperkuat hasil monitoring persentase Wolbachia yang telah mencapai 60 persen atau lebih, intervensi tersebut akan memberi proteksi kepada masyarakat dari ancaman dengue," kata Warsito.

Diagnostic Team Leader WMP Yogyakarta, dr Eggi Arguni menerangkan, penerapan Wolbachia turunkan dengue masyarakat mulai dikembangkan usai efikasi didapat. Hasil penelitian dipublikasi lewat the New England Journal of Medicine (NEJM).

"Teknologi ini sudah direview dalam pertemuan ke-13 WHO Vector Control Advisory Group pada 7-10 Desember 2020," ujar Eggi.

Pada 2021, WMP Yogyakarta bekerja sama Dinkes Sleman mulai mengimplementasi teknologi Wolbachia, dan rencananya diimplementasi di Bantul pada 2022. Teknologi ini diharap dapat diadopsi sebagai salah satu strategi nasional dalam pengendalian dengue. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement