Selasa 21 Sep 2021 07:58 WIB

Temukan Sampah, Komunitas Lingkungan akan Surati Produsen

Kegiatan brand audit dilakukan di hulu Sungai Brantas.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Temukan Sampah, Komunitas Lingkungan akan Surati Produsen (ilustrasi).
Foto: Dok. Envigreen Society
Temukan Sampah, Komunitas Lingkungan akan Surati Produsen (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Tujuh Komunitas Lingkungan Poros Malang-Surabaya akan menyurati produsen penyumbang sampah plastik. Langkah ini dilakukan setelah komunitas menemukan beragam sampah plastik di Bendungan Sengguruh, Kabupaten Malang dan Pantai Wonorejo, Surabaya.

Perwakilan Komunitas Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Alaika Rahmatullah mengatakan, kegiatan brand audit dilakukan di hulu Sungai Brantas di daerah Bendungan Sengguruh, Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang pada 12 September 2021. Kemudian dilanjutkan di hilir sungai, yakni Pantai Wonorejo, Surabaya pada 19 September 2021. "Dan kegiatan ini (brand audit) melibatkan tujuh komunitas lingkungan di Malang, Surabaya dan Bangkalan," kata Alaika.

Menurut Alaika, kegiatan brand audit ini bertujuan untuk mengetahui merek sampah yang banyak ditemukan di bendungan dan pantai. Hasilnya, mereka menemukan 10 merek multinasional dan nasional di Bendungan Sengguruh. Kesepuluh merek tersebut antara lain  PT Unilever, PT Wings, PT Indofood, P&G, PT Unicharm (produsen popok Mamypoko), PT Softex Indonesia (produsen popok sweety), PT Ajinomoto, PT Kao, PT Heins ABC dan PT Nabati.

Sementara pada kegiatan brand audit di Pantai Timur Wonorejo, tim menemukan sampah plastik dari empat merek multinasional. Keempat merek ini antara lain Unilever, Danone, Ajinomoto dan  Frisian Flag. Sampah-sampah dari merek ini banyak ditemukan di muara sungai dan tersangkut di pohon mangrove wilayah Wonorejo.

Koordinator Kegiatan Brand Audit, Sofi Azilan Aini menjelaskan, sampah plastik merupakan memang menjadi masalah besar di Indonesia. Hal ini karena setiap tahun ada delapan juta ton sampah plastik yang dihasilkan penduduk Indonesia. Dari total tersebut, hanya tiga juta yang terkelola sedangkan sisanya terbuang ke alam.

Dengan adanya temuan ini, Koordinator River Warrior, Thara Bening Sandrina mendorong produsen-produsen besar bertanggungjawab jawab atas sampah yang dihasilkan. Temuan sampah tersebut bisa mencemari lingkungan dan merusak ekosistem sungai dan pantai.

Menurut Thara, negara melalui UU Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008 telah mengatur mekanisme EPR atau Extended Produsen Responsibility.  Hal ini berarti produsen harus mau mengurus sampah dari bungkus-bungkus yang mereka hasilkan pascaproduk digunakan. Perusahaan misalnya bisa menyediakan tempat sampah khusus atau mengganti bungkus yang bisa didaur ulang atau menghindari pemakaian saset.

Sementara itu, Aktivis River Warrior, Aeshnina Azzahra mengajak warga Surabaya untuk turun tangan membersihkan pantai dari sampah plastik sekali pakai. Aktivis lingkungan yang pernah menulis surat kepada pemimpin dunia terkait sampah impor itu juga berencana mengirim surat protes kepada produsen multinasional dan nasional. Sebab, produsen-produsen sampah tersebut bertanggung jawab atas sampah produknya yang mencemari sungai dan pantai. 

Seperti diketahui, sampah plastik yang tertimbun di alam karena proses paparan matahari akan terfragmentasi menjadi mikroplastik. Situasi ini akan mengancam keamanan pangan laut atau seafood. Sebab itu, dia meminta produsen membuat sistem pengumpulan sampah plastik (residu) bungkus produk.

Tuntutan lainnya, kata dia, para aktivis lingkungan juga meminta pemerintah daerah yang memiliki sungai wajib menyediakan sarana pengolahan sampah. "Sarana berupa TPS 3 R (tempat pengolahan Sementara berbasis 3R, Reduce, Reuse dan Recycling)," kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement