Selasa 21 Sep 2021 15:50 WIB

Petani Porang Manfaatkan Program Pupuk Subsidi Kementan

Tanaman porang butuh nutrisi yang banyak untuk membesarkan umbinya.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Petani memanen umbi porang (Amorphophallus muelleri Blume) di Desa Padas, Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (10/8/2021). Harga umbi porang basah menurut petani saat ini turun dibanding musim panen tahun lalu dari Rp15 ribu - Rp16 ribu menjadi Rp7 ribu per kilogram, akibat melimpahnya hasil produksi porang.
Foto: Antara/Siswowidodo
Petani memanen umbi porang (Amorphophallus muelleri Blume) di Desa Padas, Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (10/8/2021). Harga umbi porang basah menurut petani saat ini turun dibanding musim panen tahun lalu dari Rp15 ribu - Rp16 ribu menjadi Rp7 ribu per kilogram, akibat melimpahnya hasil produksi porang.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Yuliarta Darma Suganda, petani porang asal Plandaan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur mengaku, program pupuk bersubsidi yang dijalankan Kemeterian Pertanian (Kementan) sangat membantu petani porang di daerahnya. Program tersebut dirasanya dapat membantu meningkatkan kualitas porang yang dihasilkan sekaligus  meringankan biaya produksi.

"Pupuk bersubsidi sangat membantu, soalnya memang porang sendiri butuh nutrisi yang banyak untuk membesarkan umbinya. Kalau kita pakai yang non subsidi ya pasti biaya lebih besar juga kan. Ada bantuan dari pemerintah itu sendiri sangat membantu,"  kata Suganda di Surabaya, Selasa (21/9).

Ia mengatakan, sebelum tersentuh program pupuk bersubsidi, para petani porang di daerahnya harus mengeluarkan biaya lebih besar.  Padahal, kata dia, untuk pertama kali menanam porang, membutuhkan waktu sekitar dua tahun bisa dipanen.

"Jadi kalau pakai yang non subsidi itu habisnya pasti banyak, otomatis biaya untuk penanaman semakin banyak, Jadi memang kalahnya petani-petani porang itu di situ. Karena masa tanamannya lama," ujarnya.  

Diungkapkan, ini merupakan tahun keempat dirinya menanam porang. Dari empat tahun tersebut, Suganda baru sekali memanen porang dengan umbi basah yang dihasilkan sekitar tiga ton.

"Untuk harga dari Porang itu masih naik turun kisaran untuk per kilonya masih sekitar Rp 7.000-Rp 8.000,  tergantung kita masukkan di pabrik mananya," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta kepada Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), agar terus mengembangkan industri porang dari hulu hingga hilir di Indonesia. Permintaan itu pun langsung direspons Syahrul dan jajarannya yang berkomitmen terus mengembangkan industri porang tanah air.

“Ada dua pilihan Bapak Presiden untuk didorong maksimal, antara lain komoditi porang dan yang kedua sarang burung walet. Hari ini, tentu saja seperti harapan Bapak Presiden, budi daya porang kita kembangkan,” ujar Syahrul.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pun menerbitkan Peraturan Gubernur tentang Pengawasan Peredaran Benih Porang di wilayah setempat. Pergub yang dikeluarkan berisi larangan ekspor bibit porang. Dengan adanya peraturan tersebut, yang boleh diekspor hanya hasil panen atau olahan porang.

"Porang, kita hanya boleh diekspor ketika sudah panen dan diolah baik dalam bentuk chip (keripik) atau tepung," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo.

Hadi berharap, petani dan pengusaha mentaati aturan tersebut dengan tidak mengekspor benih dan bibit porang. Terutama benih porang varietas Madiun 1. Jenis porang tersebut merupaka  satu-satunya porang unggul di Indonesia yang ditetapkan Kementerian Pertanian (Kementan).

"Makanya ada pergub untuk melarang benih porang ke luar, karena Jatim masih kekurangan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement