Rabu 29 Sep 2021 14:09 WIB

Antisipasi Dampak Perubahan Pengelolaan DAS Brantas

Saat ini banyak DAS dibangun menjadi tempat wisata yang diminati wisatawan lokal.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Agus raharjo
Rumah liar di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas, Kota Malang.
Foto: Malangkota.go.id
Rumah liar di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas, Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas mengalami perubahan cukup besar. Hal ini terutama terjadi di sejumlah DAS wilayah Kabupaten Malang.

Pakar Biologi Tanah dan Ekologi Perakaran dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FTUB), Profesor Kurniatun Hairiah menyatakan, pengelolaan DAS pada 30 tahun lalu hanya digunakan sebagai lahan pertanian. Namun saat ini mengalami perubahan hingga dimanfaatkan untuk peternakan, pengairan bahkan ekowisata.

"Saat ini memang terjadi perbedaan kepentingan," ucapnya saat menghadiri lokakarya bersama dengan Pemkab Malang, Perhutani dan masyarakat Desa Tawangargo dan Desa Ngenep, Kabupaten Malang beberapa waktu lalu.

Menurut Kurniatun, pergeseran penggunaan lahan dapat terjadi karena adanya perubahan gaya hidup masyarakat kota. Sebab itu, saat ini dibutuhkan luasan lahan yang cukup besar. Penggunaannya tidak hanya untuk pangan atau pertanian tapi juga pelayanan lingkungan.

Gaya hidup masyarakat kota datang ke desa untuk mencari udara bersih menyebabkan hadirnya pasar Ekowisata. Lalu dibangun tempat wisata seperti gaya-gaya Korea, Jepang dan Belanda sehingga orang berdatangan. Konsep-konsep tersebut yang saat ini diminati wisatawan lokal.

Berdasarkan situasi tersebut, penggunaan lahan yang berbeda akan menyebabkan pengaruh dan pengelolaan yang tidak sama juga. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah harus berhati-hati dan mengantisipasi dampak perubahan tersebut. "Terutama dampak terhadap sosialnya ekologi, dan budayanya pada masyarakat," tuturnya.

Menurut Kurniatun, pengelolan DAS tidak hanya membutuhkan keterlibatan sektoral tapi keterpaduan dari departemen kehutanan, pertanian, perguruan tinggi, pemerintah daerah serta masyarakat desa. Hal ini yang harus dipikirkan solusinya bagaimana agar semua sama-sama diuntungkan. Melalui kegiatan lokakarya, ini diharapkan dapat menemukan solusi atas masalah tersebut.

Sementara, Ketua Jurusan Tanah UB, Syahrul Kurniawan mengatakan, pengelolaan multifungsi lanskap skala DAS diharapkan bisa menjadi laboratorium lapangan bagi mahasiswa untuk belajar. Hal ini merupakan implementasi merdeka belajar yang tidak hanya di kelas tapi juga praktik di lapangan. Dengan demikian, mahasiswa mempunyai wawasan komprehensif yang bisa menambah nilai poin pada saat melamar pekerjaan.

Kegiatan lokakarya juga menghadirkan Bupati Malang M Sanusi. Pada pemaparannya, Sanusi menjelaskan tentang potensi yang ada di kabupaten Malang. Yakni, dalam bidang kesehatan, perekonomian dan pariwisata, kehutanan, perikanan dan pertanian.

Pada bidang kesehatan, Kabupaten Malang akan membangun beberapa rumah sakit besar dan bertaraf internasional. Kemudian pada bidang pariwisata ada beberapa sektor yang bisa dikembangkan seperti kawasan Bromo Tengger Semeru dan wilayah Pantai Malang Selatan,

Kabupaten Malang pada dasarnya terdiri dari luas wilayah sekitar 3 530,65 kilometer dengan rincian 33 kecamatan dan 378 desa. Menurut Sanusi, mayoritas wilayahnya lebih banyak didominasi lahan pertanian.

Sanusi menjelaskan, kawasan pertanian berbasis korporasi petani di Kabupaten Malang berupa gabungan sentra-sentra pertanian. Gabungan sentra ini memenuhi batas minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah secara berkelanjutan.

Selain itu, Pemkab Malang juga mempunyai korporasi petani yang berbadan hukum dengan bentuk koperasi. Menurut Sanusi, pengembangan kawasan pertanian berbasis korporasi petani bertujuan untuk keterpaduan program dan kegiatan pembangunan. Kemudian perpaduan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan anggaran di lapangan; dan pentutuhan sistem dan usaha agribisnis, efisiensi sistem budidaya.

Pada intinya, kata Sanusi, pihaknya berusaha mewujudkan kebijakan pembangunan desa-kota secara berimbang. Artinya, perspektif pengembangan agropolitan dengan peningkatan perekonomian petani harus saling menguntungkan dan saling mendukung. Dengan demikian, akan ada penyamaan kemitraan dalam berusaha antara penduduk desa dengan penduduk kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement