Jumat 01 Oct 2021 11:50 WIB

Pemerintah Diminta Serius Jamin Keamanan Data NIK

Ada kekhawatiran layanan publik lumpuh jika muncul serangan pada sistem terintegrasi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Serangan siber (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Serangan siber (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) mengapresiasi langkah pemerintah menerapkan pemanfataan dan pencantuman Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam pelayanan publik. Namun, pemerintah harus serius menjamin keamanan data masyarakat.

"Karena tidak ada sistem yang aman dari peretasan. Terlebih lagi, adanya perpindahan data. Oleh karena itu, pemerintah harus memperhatikan secara serius keamanan data masyarakat," Chairman lembaga riset siber Indonesia CISSReC, Pratama Dahlian Persadha kepada RepJogja, Jumat (1/10).

Menurut dia, kebijakan ini dapat mempercepat digitalisasi di Tanah Air. Untuk itu, penerapannya sangat penting dibarengi dengan penggunaan teknologi, dan sumber daya manusia yang optimal untuk proses integrasi data.

Selain keamanan, faktor infrastruktur juga harus diperhatikan. Integrasi pelayanan publik ini jelas harus mempunyai kemampuan untuk menerima data dan aktivitas dalam jumlah banyak. "Jangan sampai down dengan alasan banyak pengunjung dan kegiatan di sistem tersebut sehingga pelayanan publik terhambat, kesiapan ini jangan sampai dilupakan," kata Pratama.

Dia mengatakan, tahun lalu sampai saat ini, karena pandemi banyak adopsi teknologi yang tak tertandingi. Hal ini pun sejalan dengan peningkatan serangan siber yang terjadi di Indonesia, baik terhadap swasta maupun pemerintah. "Bisa kita bayangan lumpuhnya pelayanan publik, jika terjadi serangan di semua sistem yang terintegrasi," tutur dia.

Pratama menyinggung kasus serangan ransomware WannaCry pada 2017 dengan korbannya RS Harapan Kita dan RS Dharmais. Serangan itu mengunci komputer dan mengenkripsi semua data sehingga tidak bisa digunakan.

Sebenarnya, payung hukum kebijakan tersebut yakni Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 telah mengamanatkan penyelenggara pelayanan publik wajib melindungi kerahasiaan data masyarakat sebagai penerima layanan. Namun, permasalahannya di Indonesia ini tidak ada Undang-Undang yang melindungi data masyarakat baik online dan offline.

Karena itu, Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sangat ditunggu kehadirannya. Indonesia bisa mencontoh negara lain terutama di Eropa yang sangat ketat tentang penghimpunan data, pengolahan, dan penyebaran data. "Karena implikasinya bisa kemana-mana terutama kejahatan siber. Karena itu jelas yang harus dilakukan adalah mengejar UU PDP untuk diselesaikan," kata Pratama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement