Kamis 21 Oct 2021 18:30 WIB

Doktor UMS Paparkan Disertasi soal Toleransi di Ngeruki

Disertasi tersebut mendapat respons yang cukup baik dari para pengujinya

Rep: Binti Sholikah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Doktor UMS Paparkan Disertasi soal Toleransi di Ngeruki (ilustrasi kampus UMS).
Foto: Humas UMS
Doktor UMS Paparkan Disertasi soal Toleransi di Ngeruki (ilustrasi kampus UMS).

REPUBLIKA.CO.ID,SOLO - Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Program Doktor (S3) Pendidikan Agama Islam meluluskan dua Doktor baru, dalam sidang terbuka di Gedung Pascasarjana Kampus 2 UMS, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (21/10). Kedua doktor baru tersebut yakni, Suryono alias Muhammad Nor Islam dan Zaenal Abidin.

Suryono memaparkan disertasinya yang mengambil tema ''Nilai-Nilai Toleransi di Pondok Pesantren Islam Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo". Disertasi tersebut mendapat respons yang cukup baik dari para pengujinya, antara lain Guru Besar Fakultas Agama Islam UMS, Waston, serta Sutama yang juga selaku Promotor dan Musa Asy'arie sebagai Ko Promotor.

Dalam kesimpulannya, Suryono menjelaskan hasil penelitiannya yang berlatar belakang toleransi Pondok Pesantren Islam Al-Mukmin Ngruki menepis anggapan yang selama ini berkembang di tengah masyarakat. Menurutnya, Ngruki merupakan ponpes yang sangat toleran.

Hal itu tercermin dari kurikulum dan implementasi dari kehidupan warga pondok dengan masyarakat sekitarnya yang harmonis. ''Ponpes Ngruki, ada di tengah pemukiman padat penduduk. Mereka hidup berdampingan, sejauh ini aman aman saja,'' jelas Suyono seperti tertulis dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis.

Salah satu penguji, Waston, memberikan respons positif terhadap karya ilmiah Suryono. Para penguji menilai, stigma negatif tentang Ponpes Ngruki perlu dihilangkan. ''Desertasi ini memberikan perspektif lain, tentang toleransi di Pondok Ngruki,'' ujar Waston.

Sementara itu, Sutama yang menjadi Promotor Suyono, menyapaikan gelar Doktor memiliki tanggung jawab berat, karena Doktor diidentikkan dengan riset. Manakala tidak melakukan riset dan terhanyut dengan keberasaran gelarnya, lanjutnya, itu merupakan tanda kematian bagi seorang intelektual dalam memberikan kontribusi bagi masyarakat.

"Gelar Doktor yang Saudara sandang memiliki tanggung jawab yang tidak ringan, karena gelar Doktor dapat diidentikan dengan riset. Ketika seorang Doktor tiba-tiba tutup buku, hanyut dengan kebesaran gelarnya, dan lupa sebagai seorang periset, maka sebuah pertanda kematian bagi seorang intelektual dalam memberikan kontribusi pengembangan ilmu bagi kemaslahatan umat manusia,'' terang Sutama.

Sementara itu, Promovendus Zaenal Abidin yang di Promotori oleh Musa Asy'arie tidak harus berjibaku dengan para pengujinya. Dia dinyatakan lulus lantaran karya ilmiahnya sudah terbit di jurnal Scopus. Sebagaimana aturan di UMS, jika jurnal calon Doktor mampu tebus Scopus minimal Q 3, maka dianggap telah memenuhi syarat tanpa diuji terbuka. ''Selamat bagi Doktor Zaenal, jurnalnya tembus di Scopus. Dia tidak perlu ujian terbuka,'' ucap Rektor UMS, Sofyan Anif.  

Kaprodi Doktor Pendidikan Agama Islam (S3), Waston menyampaikan, pada Ujian Terbuka kali ini meluluskan dua Doktor yakni Suryono sebagau doktor ke-6 dan Zaenal Abidin sebagai doktor ke-7 bagi Program Doktor Pendididkan Agama Islam. Dia berharap dengan diluluskan alumni memiliki kontribusi bagi kesejahteraan di masyarakat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement