Jumat 22 Oct 2021 16:21 WIB

Kemnaker: Perlu Langkah Tingkatkan Peran Pekerja Perempuan

Pekerja perempuan kehilangan pekerjaan yang lebih besar daripada laki-laki.

Perempuan stres karena pekerjaan/ilustrasi
Foto: sciencemediacentre.co.nz
Perempuan stres karena pekerjaan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekerja perempuan menjadi salah satu kelompok rentan selama pandemi. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan untuk memberikan perlindungan pemberdayaan kepada perempuan dalam angkatan kerja untuk mendukung pemulihan ekonomi selama masa pandemi.

"Diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan peran dan perlindungan angkatan kerja perempuan dalam memulihkan perekonomian di masa pandemi," ujar Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Suhartono, dalam siaran pers, Jumat (22/10).

Menurut laporan ILO, pekerja perempuan di kawasan Asia-Pasifik telah terkena dampak krisis secara tidak proporsional, yaitu, kehilangan pekerjaan yang lebih besar daripada laki-laki. Sebagian besar perempuan di kawasan Asia-Pasifik bekerja di sektor-sektor yang sangat terpengaruh oleh krisis. Menurut ILO, 297 juta perempuan bekerja di sektor berisiko tinggi pada tahun 2019 di Asia dan Pasifik, setara dengan 43,3 persen pekerjaan perempuan.

Sementara itu, berdasarkan survei tenaga kerja nasional, kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia saat ini mengalami pelemahan. Penyerapan tenaga kerja di pasar tenaga kerja turut mengalami penurunan. Diperkirakan 2.228.561 pekerja kehilangan pekerjaan dan tingkat pengangguran meningkat sekitar 1,32 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Untuk itu, dibutuhkan rumusan untuk memberdayakan dan melindungi tenaga kerja perempuan yang menjadi semakin rentan selama krisis pandemi.  "Peningkatan kesadaran tentang peran perempuan dan perlindungan perempuan dalam angkatan kerja menjadi sangat penting, mengingat perempuan merupakan salah satu kelompok rentan yang perlu ditingkatkan peran dan perlindungannya," ujarnya.

Di sisi lain, Kemnaker juga mendorong terciptanya perlindungan dan rasa aman dalam pemenuhan hak bagi para pekerja perempuan. Untuk itu, serikat pekerja atau buruh diminta untuk terus melakukan dialog dengan manajemen perusahaan terkait hal tersebut. 

Sekjen Kemenaker, Anwar Sanusi mengatakan, diskusi dan komunikasi para pekerja perempuan dengan manajemen harus terus dilakukan. Hal itu penting untuk membangun budaya zero tolerance for harassment, guna terwujudnya kenyamanan bekerja bagi perempuan.

"Dialog sosial akan sangat berpengaruh dan memberikan manfaat bagi inklusivitas pekerja perempuan di dunia kerja," ujarnya.

Menurutnya, para pekerja perempuan kerap kali mendapatkan bentuk kekerasan atau pelecehan seksual, baik verbal maupun nonverbal. Pemerintah menegaskan, kejadian atau kasus tersebut tidak boleh terjadi lagi. "Inisiasi dialog sosial dengan manajemen perusahaan harus datang dari perempuan karena perempuan lebih memiliki kepekaan daripada laki-laki," ucapnya.

Dikatakan, pekerja perempuan pun harus proaktif berdialog, menyosialisasikan ke kalangan pekerja dan perusahaan melalui forum-forum yang ada di perusahaan, agar tidak terjadi kekerasan dan pelecehan.  "Jika sering dilakukan sosialisasi, maka ruang bagi siapa pun yang akan melakukan kekerasan atau pelecehan menjadi tertutup," katanya.

Menurutnya, sosialisasi anti-kekerasan atau pelecehan juga perlu dilakukan di luar tempat kerja, seperti keluarga dan lingkungan sosialnya. Dengan demikian, perempuan dapat merasa lebih aman dan nyaman saat bekerja.  "Sesuai arahan Menaker Bu Ida Fauziyah, kalau perusahaan punya komitmen, orang tidak berani macam-macam melakukan kekerasan atau pelecehan seksual," katanya.

Kemnaker sendiri, kata Anwar, juga telah berpedoman kepada Sustainable Development Goals (SDGs) mengenai pengarusutamaan gender dan promosi pekerjaan yang layak dan mencerminkan adanya kerangka dan standar internasional yang mengatur kesetaraan gender; Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW); Deklarasi Beijing dan Mimbar Aksi untuk Pemberdayaan Perempuan; Konvensi inti ILO; serta Deklarasi, Konsensus dan Rencana Kerja ASEAN.

Semua pedoman dan kebijakan tersebut dihasilkan dari dialog-dialog sosial, yang dilakukan antara pemerintah dan organisasi sebagai rujukan dalam penyusunan strategi khusus Kemnaker.

"Kami berharap strategi ini dapat bermanfaat bagi transformasi Indonesia yang lebih produktif dan kompetitif dengan memajukan kesetaraan gender dan perlakuan yang sama bagi semua pekerja perempuan dan laki-laki," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement