Senin 15 Nov 2021 17:09 WIB

Presidensi G20 Momentum Pulih Bersama Pasca Pandemi

Pemerataan sentra produksi internasional menguatkan rantai pasok global.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Para pemimpin dunia berkumpul untuk sesi foto resmi pada hari pertama KTT G20 di pusat konvensi La Nuvola, Roma, Italia.
Foto: ANTARA FOTO/Pool via REUTERS/Ludovic Marin.
Para pemimpin dunia berkumpul untuk sesi foto resmi pada hari pertama KTT G20 di pusat konvensi La Nuvola, Roma, Italia.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Pada 2022 Indonesia terpilih sebagai presidensi G20. Hal ini merupakan oleh-oleh forum KTT G20 Roma 31 Oktober 2021. Pertumbuhan ekonomi usai pandemi jadi topik karena G20 2022 mengangkat tema Recovery Together, Recovery Stronger.

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, tema tersebut memiliki kata lain sebagai momentum pulih bersama. Sebab, semua sama-sama sudah merasakan kalau pemulihan itu belum merata, khususnya bagi negara-negara berpendapatan rendah.

"Indonesia berkomitmen untuk kesetaraan akses terhadap vaksin dan memberikan kesempatan negara-negara berpenduduk sekitar 100 juta orang untuk memproduksi vaksin covid dengan distribusi lebih merata," kata Airlangga, Senin (15/11).

Hal itu disampaikan dalam Indonesia's Global Leadership Outlook: How and for Whose Benefits? yang digelar daring Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Ia mengingatkan, proyeksi Indonesia ekonomi tumbuh di angka 5,2-5,5 persen.

G-20 dimaknai memiliki dua arti penting. Pertama, sarana sosialisasi dari peluang dan aspirasi presidensi G20 terhadap dunia. Kedua, memberi masukan bagi pemerintah untuk memaksimalkan manfaat presidensi Indonesia bagi masyarakat.

G20 merupakan forum koordinasi kebijakan, lahir sebagai respons krisis ekonomi 1998 dan 1999. Merepresentasikan 85 persen PDB dunia, 75 persen perdagangan dunia, 80 persen investasi global, dan 2/3 dari jumlah populasi penduduk dunia.

Penyelesaian krisis 1998-1999 tidak efektif tanpa keterlibatan negara ekonomi berkembang yang terdampak. Menjadi presidensi G-20 merupakan kehormatan dan harapan bagi pemerintah untuk turut andil mencari exit policy pandemi covid.

Sebab, tantangan global tidak akan selesai tanpa sinergi seluruh peserta G20. Indonesia memaknai presidensi G-20 2022 lebih dari sebagai ketua sidang, namun sebagai pemimpin yang menentukan arah perkembangan perekonomian dunia ke depan.

Ia meyakini, Indonesia memiliki modal kuat mencapai target pertumbuhan ekonomi positif. Pertumbuan di kuartal ketiga 3,5 persen secara year on year.

Apalagi, penanganan covid yang sudah membaik, dengan angka reproduction rate 0,7 persen. "Dapat membawa kita memiliki pertumbuhan ekonomi pada akhir 2021 bisa mencapai 3,7-4,5 persen," ujar dia.

Indonesia, lanjut Airlangga, juga melihat pentingnya pemerataan sentra produksi internasional menguatkan rantai pasok global. Mendorong kemandirian produksi dalam meningkatkan nilai tambah dan mendukung sistem electric vehicle system.

Salah satunya dilakukan dengan melakukan investasi pabrik baterai di Karawang, Jawa Barat. Yang mana, memberikan peluang besar untuk melakukan pembangunan secara berkelanjutan, terlebih pergerakan itu yang pertama di Asia Tenggara.

"Hal tersebut menjadi contoh transformasi industri nasional yang dilakukan dengan pembangunan yang berkelanjutan," kata Airlangga.

Muncul harapan kalau presidensi G-20 turut diperkirakan dapat meningkatkan konsumsi domestik akibat langsung sebesar Rp 1,7 triliun. Lalu, menambah PDB Rp 7,4 triliun dan akan memperkerjakan 33 ribu tenaga kerja di berbagai sektor.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menuturkan, ini jadi bukti adanya peran strategis Muhammadiyah memaksimalkan kepemimpinan Indonesia di kancah global. G20 capaian positif dan konstruktif pemulihan pandemi covid dan membangun optimisme.

Capaian ini harus diakui seluruh komponen bangsa untuk secara bersama mengisi ruang positif ini sebagai penguatan mobilisasi domestik. Terlebih, usai sekian perjalanan panjang Indonesia penuh dinamika dalam menghadapi percaturan dunia.

Haedar menilai, Indonesia perlu melakukan akselerasi dalam mencari titik-titik baru dalam rangka memainkan peran yang lebih signifikan di dalam kancah dunia internasional. Terutama, dengan memanfaatkan secara baik presidensi G20 itu.

"Terlebih, menurut beberapa pakar, Indonesia memiliki potensi besar pada 2030 menjadi negara dengan kategori ekonomi terbesar setelah Tiongkok, AS, dan India," ujar Haedar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement