Rabu 24 Nov 2021 14:15 WIB

Rektor UMY Jadi Guru Besar Ilmu Tanah

Penelitian yang dilakukan menyasar kepada daerah yang memiliki keterbatasan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Rektor UMY Jadi Guru Besar Ilmu Tanah. Rektor UMY - Gunawan Budiyanto
Foto: Republika/ Wihdan
Rektor UMY Jadi Guru Besar Ilmu Tanah. Rektor UMY - Gunawan Budiyanto

REPUBLIKA.CO.ID,BANTUL -- Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof Gunawan Budiyanto, ditetapkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Tanah UMY. Ditetapkan melalui SK Kemendikbud pada 15 November 2021, Gunawan menjadi guru besar ke-17 UMY.

Gunawan mengatakan, ilmu tanah merupakan ilmu yang mendasari segala bentuk kehidupan dan aktivitas manusia di muka bumi. Semua mahluk hidup berpijak di tanah, jadi ilmu tanah membicarakan fungsi tanah bagi keberlangsungan hidup.

Maka itu, ketika bicara kehidupan di muka bumi kita tidak bisa berpaling dari fungsi tanah menghasilkan bahan pangan. Sejauh mana kualitas tanah menumbuhkan tanaman-tanaman pertanian yang dapat diambil hasilnya dan dikonsumsi manusia.

Penelitian Gunawan ini lebih cenderung kepada pengelolaan tanah agar selalu memiliki daya dukung dan kualitas yang memadai bagi keberlangsungan mahluk di bumi. Bahkan, penelitian tersebut sudah didalami sejak 1997, saat kuliah S2.

 

"Saya selalu konsen kepada bagaimana kita meningkatkan, menjaga, mengevaluasi, mengelola produktivitas tanah," kata Prof Gun, Rabu (24/11).

Secara umum, penelitian yang dilakukan menyasar kepada daerah yang memiliki keterbatasan. Seperti lahan-lahan terkena dampak bencana misal erupsi gunung berapi, tertimbun material tsunami dan daerah yang tanahnya kurang subur.

Seperti lahan pasir pantai yang selama ini tidak dimanfaatkan maksimal atau lahan bekas tambang yang tersebar di Bangka. Beberapa penelitian juga tentang mengembalikan kesuburan lahan bekas tambang, terutama tambang timah bauksit.

Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, misal tanaman-tanaman kompos. Dengan kotoran ternak ke berbagai macam dosis dan waktu pengaplikasian yang diatur, perlahan lahan pulih walaupun tidak seratus persen pulih seperti sedia kala.

Ini membuktikan kalau menambang secara besar-besaran tanpa memikirkan dampak selanjutnya hanya akan merusak permukaan tanah. Fase pemulihan tanah bekas bauksit itu sedikit rumit dengan awalnya melakukan pembersihan batuan timah.

Dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi membuat tanah yang berupa tebing bisa longsor. Ia berpendapat, proses pengurugan tanah dengan diratakan dimasukkan bahan organik sebanyak-banyaknya jadi kunci dari kesuburan tanah.

"Itulah cara yang dilakukan untuk setidaknya mengembalikan fungsi tanah," ujar Gunawan.

Dosen Fakultas Pertanian UMY ini menjelaskan ciri-ciri lahan yang sudah rusak. Tanah tidak mampu menyimpan air membuat lahan kering atau sebaliknya jadi lahan basah yang mudah tergenang, misal lahan bekas tambang timah dan membahayakan.

Meski begitu, Gunawan menaruh harapan agar siapapun yang ingin membuka lahan ada baiknya memikirkan keberlangsungan hidup ke depannya. Pasalnya, semakin sedikit lahan yang bisa ditanami, akan memperparah ketersediaan pangan.

Mengurangi eksploitasi lahan yang dapat merusak permukaan tanah itu sendiri dan mencoba mengatur pola penggunaan lahan. Mengidentifikasinya jika lahan memiliki produktivitas tinggi jangan dialihkan dari fungsi asli sebagai lahan pertanian.

"Sehingga, kita tidak perlu impor terus, beras, kedelai, sayuran dan garam yang akan menyebabkan masalah besar," kata Gunawan.

Ia menekankan, gelar guru besar yang baru saja disematkan kepadanya bukanlah puncak akademis. Gunawan akan tetap melakukan penelitian yang lebih luas lagi, dan meneliti lahan marginal, lahan yang rendah potensi dan produktivitasnya.

"Saat ini, terjadi penyusutan signifikan untuk lahan subur di Indonesia. Sehingga, kita harus mulai berpikir, kita bisa bertani dengan teknologi khusus dengan cara khusus untuk meningkatkan produksi pangan," ujar Gunawan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement