Senin 29 Nov 2021 19:36 WIB

Ilmu Komunikasi UGM Gelar Pelatihan Jurnalisme Inklusif

Tujuannya memperkuat kapasitas mahasiswa jurnalisme dalam meliput kelompok rentan

Rep: My38/ Red: Fernan Rahadi
Modul
Foto: dokpri
Modul

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan pelatihan jurnalisme inklusif secara daring yang didukung oleh UNESCO kantor pusat Jakarta, pada bulan Oktober sampai November 2021. Pelatihan jurnalis tersebut fokus pada isu-isu perempuan, anak, dan difabel.

"Perempuan, anak, dan difabel termasuk dalam kelompok yang sangat terdampak pandemi Covid-19. Namun, mereka kurang mendapat perhatian dan pemberitaan. Adapun jika ada maka mereka dipandang sebagai objek yang tidak berdaya," ujar Wakil Koordinator Program Pelatihan jurnalis, Zainuddin Muda Z Monggilo, kepada Republika, Senin (29/11

Program pelatihan tersebut, kata dia, memiliki tujuan untuk memperkuat kapasitas mahasiswa jurnalisme dalam meliput kelompok rentan di antaranya perempuan, anak, dan penyandang disabilitas. Di samping itu, pelatihan jurnalisme yang mengusung fokus isu perempuan, anak, dan difabel ini diikuti oleh 60 mahasiswa Ilmu Komunikasi dari 15 perguruan tinggi di Indonesia.

"Liputan-liputan yang dihasilkan untuk ketiga kelompok ini dibalut dalam kerangka subjek yang berdaya, bukan sebagai objek yang lemah. Dengan begitu, kita berharap lebih banyak diskursus keberdayaan ini yang dipotret," ujarnya.

Pelatihan jurnalis inklusif tersebut sepenuhnya dilakukan secara daring via WhatsApp Grup dan Zoom yang terdapat tiga sesi, yakni sesi pertama tanggal 15 Oktober, sesi kedua tanggal 16 Oktober, dan sesi ketiga tanggal 6 November.

"Saat peliputan, peserta juga kami kawal melalui konsultasi via WAG kelas. Total kelas ada tiga kelas yang kita beri nama kelas A, B, dan C. Setiap kelas diisi oleh lima universitas yang beragam dengan jumlah 20 peserta," ujarnya.

Dia juga menjelaskan, mahasiswa yang mengikuti pelatihan tersebut tidak hanya menghasilkan liputan teks, juga terdapat liputan multimedia. Hasil liputan tersebut dipublikasi pada situs web yang tersedia di liputaninklusif.net.

Sebelum pelatihan, program ini diawali dengan penulisan modul "Jurnalisme Inklusif, Liputan tentang Perempuan, Anak, dan Difabel selama Pandemi", yang penyusunannya melibatkan serangkaian diskusi dengan akademisi, jurnalis, dan ahli dalam isu perempuan, anak, dan disabilitas.

"Dalam penyusunan modul dan buku penugasan, sudah kami dahului pula dengan FGD bersama para pengajar mitra, para pakar di bidang perempuan, anak, disabilitas, serta para jurnalis. Kita lakukan FGD ini agar modul yang dihasilkan benar-benar komprehensif," ujarnya.

Selain digunakan untuk pelatihan, modul tersebut juga ditujukan bagi para dosen jurnalisme dan komunikasi sehingga mereka bisa menyisipkan materi inklusif ini ke dalam kurikulum yang ada di kampus mereka.

Lebih lanjut, Zainuddin, juga mengharapkan program ini bisa berlanjut karena dari FGD yang dilakukan bersama para pengajar dan juga para peserta, dinyatakan pelatihan ini sangat dibutuhkan. Tidak hanya itu, mitra kampus, katanya, diharapkan dapat mengintegrasikan modul dan buku penugasan di dalam kegiatan Tri Dharma kampus masing-masing.

"Kami sangat terbuka, selain untuk para mahasiswa dan pengajar, jika publikasi modul ini digunakan oleh para jurnalis untuk memberikan warna inklusif dalam peliputan terkait ketiga kelompok tersebut,” katanya.

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Rahayu, yang juga menjadi mentor pelatihan, juga mengatakan modul ini memuat aspek pengetahuan dan panduan praktis bagi para mahasiswa untuk membuat liputan multimedia yang inklusif.

"Modul ini juga menampilkan contoh-contoh liputan di Indonesia yang tidak disarankan dan disarankan berdasarkan acuan jurnalisme inklusif. Dengan demikian, para pendidik maupun mahasiswa bisa sangat terbantu, sehingga para calon jurnalis masa depan lebih siap untuk membuat liputan berkualitas," kata Rahayu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement