Selasa 28 Dec 2021 12:28 WIB

Haedar Nashir: Agama Harus Jadi Solusi dalam Kehidupan Manusia

Ia berharap, pada 2022 mendatang agama tidak lagi menjadi titik pertengkaran.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
Foto: Tangkapan Layar
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Muhammadiyah, bersama seluruh komponen bangsa, ketika menghadapi pandemi, berusaha dan membuktikan diri sebagai gerakan Islam yang hadir memberi solusi. Namun, poin penting ini lahir dalam proses perjalanan yang tidak mudah.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir mengatakan, perjalanan dua tahun tidak cuma membawa derita yang besar. Sebab, banyak dialektika kepentingan yang tidak mudah dicarikan titik temunya, bahkan melekat dengan musibah itu sendiri.

Keagamaan, ketika musibah Covid-19 terjadi, kalangan umat beragama tidak mudah menegosiasikan pandangan keagamaannya. Kalangan Muslim, ketika berusaha menghadapi musibah dengan protokol kesehatan, salah satu implikasi yang dibawa yaitu ibadah di rumah.

Mengubah ibadah dari masjid dan bersifat jamaah untuk jadi ibadah yang bersifat perseorangan, merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Pergulatan mengenai cara kita mencoba adaptasi baru beribadah di rumah memerlukan proses yang panjang.

Saat darurat, ada banyak pilihan kita beribadah, dan tarjih memiliki dasar yang sangat kokoh. Kesimpulannya, ketika musibah kita memang harus terus berdialog, sekaligus memberi pencerahan dan pencerdasan bagaimana agama hadir saat darurat.

"Kesimpulannya, agama harus menjadi solusi dalam kehidupan manusia karena agama itu hadir untuk keselamatan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia," kata Haedar dalam webinar yang digelar Pusat Studi Muhammadiyah UMY dan MCCC, Selasa (28/12)

Pada 2022 mendatang, pengalaman ini dalam pandangan kegamanaan kaum Muslimin, harus senantiasa terjaga. Menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, pencerahan bagi kehidupan, serta pembangunan dan penyelamatan bagi peradaban.

Ia berharap, pada 2022 mendatang agama tidak lagi menjadi titik pertengkaran, perdebatan dan titik krusial dalam kehidupan. Agama harus memberi jalan terang, menjadi suluh dan jadi penawar jalan pemecahan dari berbagai kerumitan hidup.

Dengan 117 RS dan lembaga lain yang dimiliki Muhammadiyah dan Aisyiyah, sejak 2 Maret 2020 menghadirkan bukan hanya program-program kesehatan bersifat reguler. Darurat pandemi telah mengajarkan untuk program-program yang bersifat emergency.

Perlu tidak cuma manajemen darurat, termasuk mitigasi pelayanan kesehatan, juga membuat sadar dunia kesehatan menyangkut hajat hidup terpenting dalam kehidupan manusia. Yang mana, titik akhirnya penyelamatan nyawa manusia dan kemanusiaan.

"Sehingga, persoalan pelayanan kesehatan tidak cuma medis dan instrumental, tapi ada pengkhidmatan dan kaitan dengan persoalan kemanusiaan, nyawa manusia, yang dalam Islam satu nyawa itu sama dengan seluruh nyawa umat manusia," ujar Haedar.

Pelajaran terpenting pandemi ini, negara harus memperkokoh dan membuat sistem kesehatan tangguh. Sehingga, bangsa Indonesia selain mendapat layanan kesehatan, namun sistem kesehatan nasional memang harus terintegrasi secara keseluruhan.

Terkait ekonomi, saatnya Indonesia hadirkan program UMKM yang punya terobosan, yang dulu Presiden Jokowi sebut sebagai new economic policy. Artinya, program- program UMKM harus bertransformasi, naik kelas, sehingga UMKM semakin tangguh.

Ia menekankan, Indonesia sudah ada modal budaya bangsa yang ramah, damai dan lain lain, yang mana teruji saat berhadapan dengan rezim media sosial. Tapi, pandemi ini mengajarkan agar bangsa mengkapitalisasi nilai-nilai kemanusiaan.

"Sehingga, sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab bisa terkoneksi dengan sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Haedar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement