Rabu 29 Dec 2021 17:06 WIB

Istri Tersangka Korupsi Bupati Banjarnegara Nonaktif Menolak Jadi Saksi

Marwiyah enggan memberikan kesaksian karena memiliki hubungan kekeluargaan inti.

Rep: Rizkiyan Adiyudha/ Red: Agus raharjo
Tersangka Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (23/11/2021). Budhi Sarwono menjalani pemeriksaan lanjutan dalan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah tahun 2017-2018.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Tersangka Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (23/11/2021). Budhi Sarwono menjalani pemeriksaan lanjutan dalan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah tahun 2017-2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istri Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono (BS), Marwiyah menolak menjadi saksi bagi suaminya. Budhi Sarwono merupakan tersangka dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.

"Marwiyah memenuhi panggilan tim penyidik dan yang bersangkutan menyampaikan penolakan untuk menjadi saksi," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu (29/12).

Baca Juga

Pemeriksaan terhadap Marwiyah seharusnya dilakukan pada Selasa (28/12) lalu di gedung KPK Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan. Marwiyah enggan memberikan kesaksian terkait kasus yang menjerat suaminya itu karena memiliki hubungan kekeluargaan inti dengan tersangka Budhi Sarwono.

Disaat yang bersamaan, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi dari pihak swasta yakni Subur Wiyono, Eman Setyawan dan Indra Novento. Berbeda dengan Marwiyah, ketiga saksi bersedia memberikan keterangan kepada tim penyidik KPK.

"Ketiga saksi hadir dan didalami pengetahuaannya antara lain terkait dugaan aliran uang yang diterima oleh tersangka BS dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Pemkab Banjarnegara," kata Ali.

Perkara ini bermula pada September 2017 ketika Budhi memerintahkan Kedy yang juga orang kepercayaannya memimpin rapat koordinasi yang dihadiri perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara. Kedy yang sempat menjadi ketua tim suksesnya saat pilkada itu memimpin rapat di salah satu rumah makan.

Mengikuti Budhi, Kedy menyampaikan paket pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri senilai 20 persen dari nilai proyek. Perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud wajib memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.

Pertemuan kedua dilakukan di rumah pribadi Budhi. Rapat tersebut dihadiri perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara. Secara langsung Budhi menyampaikan diantaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu dengan pembagian lanjutan 10 persen untuk BS sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.

KPK meyakini Budhi berperan aktif ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur. Di antaranya ikut membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutkan perusahaan keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.

Sementara Kedy yang selalu dipantau dan diarahkan Budhi saat melakukan pengaturan pembagian pekerjaan sehingga perusahaannya yang tergabung dalam grup Bumi Redjo bisa ikut serta. Dalam kasus ini, Budhi diduga telah menerima komitmen fee senilai Rp 2,1 miliar secara langsung maupun melalui orang kepercayaannya yaitu Kedy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement