Kamis 30 Dec 2021 12:24 WIB

Harga Cabai Naik, BI Solo Imbau Masyarakat Atur Konsumsi

Produksi turun karena masuk musim penghujan banyak terjadi gagal panen.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Yusuf Assidiq
Pedagang mencampur cabai rawit di pasar. Harga cabai melambung tinggi di akhir tahun. Untuk cabai rawit per kilogram mencapai Rp 80 ribu. Sedangkan cabai merah keriting Rp 40 ribu perkilogram. Kenaikan harga cabai ini menurut pedagang imbas banyaknya gagal panen petani karena cuaca.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pedagang mencampur cabai rawit di pasar. Harga cabai melambung tinggi di akhir tahun. Untuk cabai rawit per kilogram mencapai Rp 80 ribu. Sedangkan cabai merah keriting Rp 40 ribu perkilogram. Kenaikan harga cabai ini menurut pedagang imbas banyaknya gagal panen petani karena cuaca.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kenaikan harga cabai menjadi hal yang rutin terjadi pada periode Natal dan Tahun Baru (Nataru). Oleh sebab itu, Bank Indonesia (BI) Solo, Jawa Tengah, mengimbau masyarakat agar mengatur konsumsi bahkan beralih ke produk turunan cabai.

Kepala Perwakilan BI Solo, Nugroho Joko Prastowo mengatakan, kenaikan harga cabai periode akhir tahun saat Nataru bukan saat pertama kali ini saja. Melainkan sudah menjadi masalah klasik dari tahun ke tahun.

Ia menjelaskan, ada dua hal yang menjadi penyebab kenaikan harga cabai. Pertama, produksi turun karena masuk musim penghujan banyak terjadi gagal panen. Musim penghujan menyebabkan cabai gampang busuk sehingga suplainya rendah.

Faktor kedua, periode Nataru biasanya ada festival maupun kegiatan berkumpul bersama keluarga yang membutuhkan cabai dalam jumlah banyak untuk memasak, sehingga permintaan cabai naik.

"Tapi ini tidak selamanya, ini temporer. Begitu selesai tahun baru-demand-nya turun harga akan turun kembali," kata Nugroho saat ditemui Republika.co.id di Kampung Batik Kauman, Solo.

Oleh sebab itu, lanjutnya, solusi dari permasalahan yang terjadi dari tahun ke tahun maka penyelesaiannya harus struktural. Solusi pertama yakni perbaikan di sisi produksi. Selama ini, produksi cabai sangat terganggu oleh musim.

Maka, harus ada pertanian modern (modern farming), misalnya dengan green house. Sehingga tidak tergantung hujan, petani cabai tetap bisa berproduksi.

"Selanjutnya pola tanam. Selama ini begitu harga naik, semua nanam cabai, panennya bareng, harga drop. Itu sebetulnya perlu pengaturan pola tanam agar tidak merugikan petani," imbuhnya.

Sedangkan solusi dari sisi konsumsinya, tambahnya, masyarakat diminta untuk bijak dalam mengonsumsi cabai. Ketika harga cabai mahal, maka masyarakat perlu mengurangi konsumsi cabai. Atau bahkan juga perlu diversifikasi.

"Yang mahal kan cabai segar tapi tidak dengan cabai giling dan cabai bubuk. Ini sudah dibiasakan anak muda ketika makan mi instan tidak merajang cabai lagi tapi pakai cabai bubuk. Itu juga salah satu upaya menurunkan tekanan pada cabai segar," ungkapnya.

Selain itu, masyarakat juga bisa beralih mengonsumsi cabai kering. Upaya lainnya, ketika harga cabai turun, masyarakat bisa membeli cabai lebih banyak kemudian diblender dan disimpan di freezer.

Sehingga, ketika harga cabai tinggi, maka sudah punya stok. "Itu juga bisa membantu, karena cabai adalah produk yang gampang busuk. Sehingga daripada busuk diobral kalau lagi banyak. Pas sekarang kalau lagi sedikit harganya naik. Jadi fluktuasinya tinggi sekali," kata dia.

Sebelumnya diberitakan harga cabai rawit merah di Pasar Legi Solo pada Selasa masih menyentuh Rp 75 ribu per kilogram. Sedangkan harga cabai jenis lainnya di kisaran Rp 30 ribu per kg.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement