Rabu 05 Jan 2022 08:42 WIB

Kisah Djarot, PKL Malioboro yang Berjualan Saat Libur Nataru

Terjadi lonjakan pengunjung hingga dua kali lipat.

Rep: My40/My41/ Red: Fernan Rahadi
Seorang pedagang kaki lima di Malioboro, Djarot (73 tahun).
Foto: Salsabilla Amiyard
Seorang pedagang kaki lima di Malioboro, Djarot (73 tahun).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Selama liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru), sejumlah tempat wisata di Yogyakarta dipenuhi oleh pengunjung dari berbagai kota, tidak terkecuali Malioboro. Para pedagang oleh-oleh, termasuk pakaian dan makanan, berjejer di sepanjang pinggir jalan pusat perbelanjaan di Kota Yogyakarta ini. 

Suasana liburan Nataru yang khas, tentunya dirasakan oleh para pedagang maupun pengunjung. Tidak heran, para pedagang pun berlomba-lomba meningkatkan penjualan mereka pada momen liburan Natal dan Tahun Baru.

Djarot (73 tahun), salah satu pedagang kaki lima yang berlapak di samping Pasar Beringharjo, mengungkapkan menjelang Tahun Baru terjadi lonjakan pengunjung hingga dua kali lipat. 

"Menjelang pergantian tahun, sejak H-7 sudah banyak pengunjung, hingga H+3 cukup meriah lah, banyak motor dan mobil berjajar di sepanjang jalan ini,” katanya.

Para pengunjung tidak hanya berasal dari Yogyakarta, ada pula dari kota Madiun, Jombang, Purwokerto, Sidoarjo, Jakarta, Bandung, Tangerang, hingga luar Pulau Jawa. "Selain menikmati momen liburan, mereka juga turut menjajal makanan khas dan oleh-oleh asal-asal Yogya," kata Djarot.

Seperti yang dijual oleh Djarot, di antaranya yaitu wajik klobot, geplak, dodol garut, jenang dodol, brem, dan bakpia. Dagangannya ini merupakan hasil mengulak dari pabrik, bukan produksi sendiri. Hal ini sudah dilakukan sejak tahun 2010 ketika Djarot mulai meneruskan dagangan urap-urap milik istrinya. Sebelumnya, Djarot bekerja sebagai karyawan di sebuah apotek. Namun, kemudian ia banting setir menjadi pedagang karena masih memiliki tanggungan anak dan guna membantu istrinya yang sudah kewalahan berjualan sendiri. 

Djarot dan sang istri selalu mengawali aktivitas berjualan pada pukul sembilan pagi dengan diantar oleh anaknya. Rumahnya yang tidak jauh dari lokasi dagang, membuatnya lebih mudah untuk secara bergantian menjaga dagangan milik mereka. 

"Saya berjaga dari pagi hingga pukul dua siang, kemudian istri sampai pukul delapan malam. Setelah itu, gantian saya lagi sampai pukul sepuluh malam, baru kemudian dijemput oleh anak saya," kata Djarot.

Selama berjualan, setiap harinya Djarot selalu melayani kurang lebih 50 pembeli pada hari biasa. Akan tetapi, menjelang tahun baru ini, penjualan meningkat hingga 50 persen. Meskipun tidak menyebut nominal hasil penjualannya, Djarot mengaku stok dagangan yang biasanya habis dalam tiga hari pun, saat itu dapat ludes dalam waktu sehari. 

Peningkatan ini jelas menguntungkan Djarot, begitu pula dengan pedagang lain. Walaupun tahu bahwa ketika liburan Nataru akan lebih banyak wisatawan yang datang, Djarot tetap bersikap normal dan tidak menambah stok dagangannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko apabila dagangannya tidak sepenuhnya habis. Nyatanya, dengan bertambah banyaknya pengunjung, dagangan Djarot pun laku keras dan mampu menambah hasil pendapatannya menjelang tahun baru.

Lebih lanjut, Djarot mengatakan banyaknya pengunjung yang datang ke kawasan wisata Malioboro tentunya tetap menerapkan protokol kesehatan. Hal ini didukung dengan adanya pengawasan ketat yang dilakukan mulai dari TNI, Polri, hingga Satpol PP yang senantiasa berjaga di beberapa titik jalan Malioboro. 

"Meskipun kondisi jalanan ramai oleh pengunjung hingga dini hari, keamanan di sekitar kawasan Malioboro tetap terjaga selama waktu liburan Natal dan Tahun Baru," tutur Djarot.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement