Ahad 13 Feb 2022 18:05 WIB

Alasan Warga Tolak Penambangan di Wadas

Banyak dampak yang akan ditimbulkan terhadap penambangan yang dilakukan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Fakhruddin
Mahasiswa dari berbagai universitas di Purwokerto menggelar aksi damai terkait insiden di Desa Wadas, Purworejo.
Foto: Idealisa Masyrafina
Mahasiswa dari berbagai universitas di Purwokerto menggelar aksi damai terkait insiden di Desa Wadas, Purworejo.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyebut warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah, tidak menolak pembangunan Proyek Bendungan Bener. Namun, warga menolak adanya penambangan material konstruksi untuk membangun bendungan tersebut yang diambil di Desa Wadas.

Proyek bendungan itu membutuhkan pasokan batuan andesit sebagai material konstruksi. Namun, pemerintah mengambil kebutuhan material tersebut di Desa Wadas dengan melakukan penambangan batuan andesit.

Baca Juga

Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia mengatakan, ada beberapa alasan kenapa warga menolak penambangan, salah satunya untuk menjaga keutuhan desa. Pasalnya, banyak dampak yang akan ditimbulkan terhadap penambangan yang dilakukan, terutama terkait kerusakan lingkungan.

"Walaupun itu penambangan misalnya memberikan orientasi pemasukan ekonomi (bagi warga), cuma itu tidak dapat menggantikan misalnya lingkungan mereka, lingkungan itu bisa bermakna luas," kata Julian kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (13/2).

 

Dari aspek kebencanaan, Julian menyebut, Wadas memiliki risiko kebencanaan yang tinggi. Dengan adanya penambangan, maka akan semakin meningkatkan risiko bencana yang terjadi di desa tersebut.

"Wadas itu masuk wilayah yan warna kuning atau memiliki risiko yang tinggi terhadap kebencanaan. Justru, harusnya diperkuat mitigasi kebencanaannya, bukan memperlemah, malah (penambangan) justru memperkuat potensi bencananya," ujar Julian.

Pada dokumen analisis dampak lingkungan (amdal) Proyek Bendungan Bener, ada alternatif lain untuk pengadaan material konstruksi tersebut. Julian menuturkan, material untuk pembangunan bendungan ini tidak harus diambil dari Desa Wadas.

Bahkan, kata Julian, Pemprov Jawa Tengah juga sudah menyebut sudah membangun setidaknya empat bendungan. Pembangunan tersebut berhasil dilakukan tanpa mengambil material dari Desa Wadas.

"Kita lihat dari banyak pembangunan itu kan ada banyak cara yang bisa digunakan dan buktinya banyak bangunan itu jadi dan tidak harus ambil batuan dari Wades. Pak Ganjar (Gubernur Jawa Tengah) saja bilang sudah bangun empat bendungan, tapi tidak ambil dari Wades, buktinya jadi. Faktu itu kemudian lucu, pertanyaanya kenapa harus Desa Wadas," jelasnya.

Julian menjelaskan, warga Wadas sudah lama hidup di desa tersebut dan lebih mengetahui terkait dampak yang akan ditimbulkan terhadap penambangan yang dilakukan. Namun, warga tentu lebih mengetahui lingkungannya, mengingat warga sudah beradaptasi lama tinggal di kawasan tersebut.

"Pemerintah selalu menyampaikan saya punya ahli banyak, Pak Ganjar (menyebut) biar dijelaskan kepada warga maksudnya (penambangan itu) seperti apa. Itu kan sebenarnya merendahkan warga setemat, seolah-olah warga tidak mengetahui masalahnya dimana. Ini menurut saya pemerintah merendahkan seolah-olah warga sekitar itu tidak tahu, buktinya mereka bisa hidup sampai hari ini turun-temurun memiliki desa yang indah," tambah Julian.

Selain itu, penolakan penambangan ini juga dilakukan sebagai bentuk dari menjaga lingkungan sesuai dengan agama dan keyakinan yang dimiliki warga setempat. "Mereka punya keyakinan atau kepercayaan bahwa dalam mengolah alam itu merupakan perintah Tuhan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement