Senin 21 Mar 2022 15:55 WIB

Perda Perlindungan PMI Jatim Disahkan

DPRD Jatim berinisiatif mengusulkan raperda tersebut.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Petugas memeriksa dokumen perjalanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) saat tiba di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Petugas memeriksa dokumen perjalanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) saat tiba di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) resmi disahkan dalam sidang paripurna yang digelar di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, Senin (21/3/2022). Pengesahan tersebut ditandai penandatanganan berita acara persetujuan bersama antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan pimpinan DPRD Provinsi Jatim.

Sebelumnya, Pemprov Jatim telah memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri. Namun, aturan tersebut dirasa perlu dilakukan penyesuaian lewat peraturan perundang-undangan yang lebih baru. Maka dari itu, DPRD Jatim berinisiatif mengusulkan raperda tersebut.

Khofifah mengatakan, dalam Raperda Pelaksanaan Pelindungan PMI ini terdapat tiga hal yang hendak dicapai. Pertama, terjaminnya pemenuhan hak PMI dan keluarganya sebelum dan setelah bekerja. Kedua, terjaminnya ketersediaan sumber daya manusia, sarana, prasarna, serta anggaran.

Ketiga, memperkuat kelembagaan penyelenggaraan perlindungan PMI. “Ini menjadi bentuk komitmen kita bersama bahwa kita memberikan pelidungan para pekerja migran kita dari hulu ke hilir. Bahkan bukan hanya perlidungan bagi PMI-nya saja, melainkan juga keluarganya,” kata Khofifah.

Ia mengatakan, Pekerja Migran Indonesia merupakan pejuang keluarga dan pahlawan devisa. Maka sudah selayaknya apabila PMI diberi hak dari negara untuk memperoleh keamanan, layanan, dan pemenuhan hak baik sebelum, selama, maupun setelah bekerja.

Khofifah melanjutkan, untuk mewujudkan tiga tujuan tersebut, di dalam Raperda Perlindungan PMI ini memuat beberapa ketentuan yang belum diatur dalam perda sebelumnya. Beberapa ketentuan tersebut yakni, pembinaan oleh pemerintah provinsi yang tidak hanya dilakukan terhadap calon PMI, tetapi juga pada keluarganya, melalui pembinaan manajemen ekonomi dan sosial.

Hal ini dilakukan agar keluarga PMI dapat meningkatkan kesejahteraan selama dan sepulang PMI dari bekerja di luar negeri. "Hak ini sekaligus sebagai implementasi konvensi ILO 1990 yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017," ujarnya.

Selain itu, dalam raperda ini juga diatur mengenai ketentuan di mana sebelum berangkat ke luar negeri, calon PMI harus memiliki kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja bersertifikat. Baik dari lembaga yang diselenggarakan oleh lembaga di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, maupun lembaga swasta yang terakreditasi dan berbadan hukum.  

“Calon PMI juga harus paham betul mengenai informasi pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri. Serta yang terpenting adalah setiap calon PMI harus memiliki dokumen sebagai syarat penempatan pada negara tujuan,” kata Khofifah.

Ia menambahkan, dalam perda yang baru disahkan juga diatur ketentuan mengenai fasilitasi pemulangan PMI ke daerah asal. Serta fasilitasi penyelesaian permasalahan PMI dalam beberapa hal.

Seperti meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan, tindak kekerasan fisik, atau seksual, hilangnya akal bud, penipuan dan pemutusan hubungan kerja, dan hak lain yang belum diterima oleh PMI.

Dengan disahkannya perda tersebut, kata Khofifah, keberadaan Layanan Terpadu Satu Atap Pekerja Migran Indonesia (LTSA-PMI) di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota harus dilakukan. Hal ini sebagai upaya dalam perbaikan tata laksana serta pelatihan dan pelindungan PMI.

“Ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah baik tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Dengan harapan optimalisasi LTSA-PMI mampu sebagai kanalisasi seluruh proses migrasi yang benar-benar prosedural, terdokumentasi, dan mengedukasi masyarakat lebih aware terhadap masalah risikonya,” ujarnya.

Khofifah pun menekankan pentingnya sinergitas dan kolaborasi antar berbagai pihak elemen strategis, terutama antar OPD. Hal ini untuk menghapus ego sektoral dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan.

Ia berharap perda ini dapat diikuti dengan adanya perda di kabupaten/kota yang menjadi kantung PMI. “Kami berharap apa yang tertuang dalam raperda ini nantinya benar-benar dapat diimplementasikan oleh kita semua, utamanya stakeholder yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan pelindungan PMI," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement