Sabtu 02 Apr 2022 12:38 WIB

'Ramadhan Bulan Berjihad dari Keburukan'

Bulan suci Ramadhan adalah bulan mulia yang dapat dimanfaatkan menebar kebaikan.

Ilustrasi Ramadhan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Ramadhan menjadi latihan bagi umat Islam untuk membersihkan diri dari keburukan dengan menahan diri dari hawa nafsu negatif yang membatalkan puasa semata dan perbuatan lain yang merusak harmoni sosial baik di dunia maya maupun dunia nyata. Karena itu, Ramadan adalah bulan yang tepat untuk berjihad menahan diri dari keburukan sehingga dapat menciptakan perdamaian.

"Ramadhan adalah momen yang tepat yang harus kita maksimalkan untuk hal positif, baik itu berkaitan dengan ibadah agama, maupun untuk lingkungan dan komunitas kita. Dalam berpuasa itu kita jihad menahan diri, tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga menahan diri dari hal atau perbuatan negatif," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) H Denny Sanusi, Jumat (1/4/22).

Ia melanjutkan, bulan suci Ramadhan adalah bulan mulia yang dapat dimanfaatkan umat untuk menebar kebaikan. Juga menjadi ajang berbagi serta melatih kepekaan sosial baik kepekaan terhadap kondisi sekitar.

"Kita bisa manfaatkan kepada hal-hal positif di bulan yang mulia ini. Dengan dakwah bil-hal, kita bisa menerapkan bakti sosial, dalam konteks untuk membantu saudara kita yang membutuhkan, proaktif terhadap konten negatif radikal, berlomba-lomba berbuat kebaikan," ungkap Denny.

Dewasa ini, Denny mencermati sebaran konten negatif radikal yang semakin masif melalui produksi hoaks, hate speech dan fitnah yang mengganggu ketentraman dan mengancam keutuhan persatuan bangsa.

"Sekaligus ada sebuah peningkatan, saat ini memang konten negatif tetap beredar di sekeliling kita, mereka yang sudah tercuci otak ini (kelompok radikal) tidak peduli akan hadirnya bulan Ramadan, kita yang harus proaktif," jelasnya.

Menurutnya, akan menjadi serius dikemudian hari jika media tetap dibiarkan diisi oleh kelompok radikal. Masyarakat akan menjadi lebih percaya terhadap berita hoaks, jika kelompok moderat tidak mengambil peran, tentunya hal ini sangat mengancam kehidupan harmonis bangsa.

"Kalau diam, nanti media mereka kuasai dan akhirnya masyarakat terbiasa menelan berita yang mereka propagandakan, nah itu berbahaya, nanti masyarakat akan percaya kepada berita itu," kata Denny.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement