Jumat 22 Apr 2022 09:16 WIB

KPU Bantul Harapkan Kebijakan Pemilu Berpihak pada Masyarakat

Musnif berharap ada kebijakan yang sama terhadap masyarakat pesantren

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Lambang KPU (ilustrasi).
Foto: Antara
Lambang KPU (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Rendahnya partisipasi masyarakat pesantren masih menjadi tantangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Kadiv Sosialisasi, Diklih, Parmas dan SDM KPU Kabupaten Bantul, Musnif Istiqomah mengatakan, perlu adanya rumusan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat pesantren terkait pemilu.

Musnif mencontohkan seperti adanya kebijakan terkait pendirian tempat pemungutan suara (TPS) di lembaga pemasyarakatan (lapas) pada pemilu 2020 lalu. Kebijakan tersebut membolehkan pendirian TPS di lapas dengan aturan-aturan tertentu dan menjadikan warga binaan dapat menggunakan hak pilihnya dalam penyelenggaraan pemilu.

"Pemilu 2020 misalnya, diatur terkait pendirian TPS khusus untuk lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan dengan ketentuan minimal ada 30 pemilih," kata Musnif dalam webinar 'Membangun Partisipasi Politik Masyarakat Pesantren' yang digelar secara virtual, Kamis (21/4/2022).

Musnif berharap ada kebijakan yang sama terhadap masyarakat pesantren dan memungkinkan didirikannya TPS di lingkungan pesantren. Hal ini nantinya dapat berdampak pada peningkatan partisipasi masyarakat pesantren dalam pemilu.

 

Pasalnya, kata Musnif, jumlah santri yang menjalankan pendidikan di pondok pesantren di Kabupaten Bantul cukup banyak. Namun, banyak dari santri bahkan pengajar di pondok pesantren tersebut tidak dapat menggunakan hak pilihnya saat pemilu.

Hal tersebut dikarenakan sebagian besar santri yang sudah memenuhi syarat sebagai calon pemilih berasal dari luar daerah. Selain itu, juga kurang terfasilitasinya santri untuk dapat menggunakan hak pilihnya.

"Harapannya kedepan regulasi ini juga berpihak pada pesantren yang jumlah santrinya cukup banyak. Bahkan, di Bantul ada yang santrinya (di satu pondok pesantren mencapai) 2.000 orang walaupun belum dipilah berapa yang memenuhi syarat untuk jadi pemilih," ujar Musnif.

Musnif menuturkan, ada tipikal masyarakat pesantren yang tidak bersosialisasi dengan warga sekitar. Secara psikologis, katanya, masyarakat pesantren tersebut ada yang enggan untuk datang ke TPS terdekat dengan pondok pesantren.

Selain itu, masalah lainnya seperti kurangnya surat suara untuk memfasilitasi masyarakat pesantren yang berasal dari luar daerah. Sebab, pemilih yang ber KTP luar daerah baru dapat menggunakan hak pilihnya setelah pukul 12.00 WIB dan ketersediaan surat suara pada waktu tersebut juga sudah terbatas, bahkan sudah tidak tersedia.

"Itu sangat teknis sekali (permasalahannya), tapi berakibat pada tidak tersalurkannya atau tidak terfasilitasinya masyarakat pesantren untuk menggunakan hak pilih Krn karena persoalan teknis," jelasnya.

Menurutnya, persoalan-persoalan ini harus menjadi perhatian bersama dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Diharapkan, KPU pusat nantinya dapat mengeluarkan kebijakan dalam rangka memfasilitasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat pesantren dalam pemilu.

"Ke depan harapannya ada kebijakan khusus untuk mengatur pondok pesantren bisa mendirikan TPS khusus, tentu dengan ketentuan-ketentuan agar mendekatkan TPS ini ke masyarakat pesantren dan bisa menggunakan hak pilihnya dengan baik," kata Musnif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement