Rabu 11 May 2022 14:40 WIB

Idul Fitri Momentum Membangun Persaudaraan

Mudik Lebaran tahun ini juga menjadi momentum membangun kebersamaan sosial.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Bersalaman saling memaafkan di hari Idul Fitri. (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Bersalaman saling memaafkan di hari Idul Fitri. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Andreas Budi Widyanta mengatakan, Idul Fitri bagian dari usaha memperkuat kohesi sosial masyarakat. Apalagi, setelah dua tahun tradisi mudik tidak digelar karena pandemi Covid-19.

Ia menekankan, momen mudik Lebaran dengan bermaafan dan berkunjung ke keluarga besar bukan hanya dirayakan umat Islam, tapi umat agama-agama lain. Karenanya, tidak mengherankan ketika jumlah pemudik sekarang ini jumlahnya sangat besar.

"Karena kerinduan orang untuk berkumpul kembali dengan saudaranya. Idul Fitri bisa menjadi momentum bersama untuk memperkuat ikatan solidaritas sosial dan kohesi sosial dan solidaritas sosial," kata Widyanta, Rabu (11/5/2022).

Ia mengingatkan, dilarangnya tradisi mudik selama dua tahun menjadikan jumlah pemudik yang melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman. Terlihat rekor jumlah pemudik dari tahun-tahun sebelumnya karena ada kerinduan bersama.

Bukan hanya umat Islam, tapi juga umat agama-agama yang lain. Ia menekankan, kerinduan itu terasa karena ada perjumpaan-perjumpaan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta kehidupan beragama menjadi kerinduan bersama.

Bagi Widyanta, tradisi mudik bukan hanya perayaan masyarakat Muslim, sebab sudah ada tradisi di masyarakat kita. Ketika momen Lebaran saling kunjung dan saling mengunjungi, lalu saling memaafkan dengan sesepuh serta dengan tetangga sekitar.

Maka itu, mudik Lebaran tahun ini menjadi momentum membangun kebersamaan sosial, menguatkan tali sosial kekeluargaan dan tali kehidupan bersama. Begitu nyata arus mudik jumlahnya yang sangat luar biasa, bukti hati kita dilekatkan kembali.

"Setelah dua tahun tidak berjumpa, tidak bertemu, kini bisa saling bertegur sapa dan mendiskusikan banyak hal," ujarnya.

Idul Fitri, lanjut Widyanta, sebagai bentuk untuk merayakan universalitas dari perayaan keragaman menjadi bagian perayaan bersama. Hal itu karena ada perjumpaan sosial lintas keagamaan, suku, etnis, bahasa, menjadi arena milik bersama.

Itu dilakukan dalam rangka membangun semangat kolegial dan kolektif sesama anak bangsa. Ia menilai, syawalan merupakan momen membangun kekeluargaan yang plural, saling menghargai perbedaan yang ada, memperkuat bangunan bangsa. Rumah besar bernama Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement