Senin 27 Jun 2022 19:44 WIB

UGM Beri Masukan Pengelolaan Cukai Tembakau ke DPR

Tren penurunan produksi rokok mengindikasi berhasilnya peran cukai.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
UGM Beri Masukan Pengelolaan Cukai Tembakau ke DPR (ilustrasi).
Foto: ANTARA
UGM Beri Masukan Pengelolaan Cukai Tembakau ke DPR (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) menerima kunjungan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR. Dalam pertemuan ini, tiga peneliti UGM memaparkan penelitian dan menyampaikan berbagai masukan pengelolaan cukai hasil tembakau.

Peneliti Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Prof Bambang Riyanto dan Arti Adji, memaparkan temuan studi yang dilakukan terkait cukai hasil tembakau, khususnya terkait cukai rokok ilegal. Salah satunya sebagai pengendali konsumsi rokok.

Baca Juga

Kemudian, menentukan produksi rokok. Sejak 2015, produksi rokok menunjukkan tren penurunan, kecuali 2019 ketika tidak ada peningkatan tarif cukai. Tren penurunan produksi rokok mengindikasi berhasilnya peran cukai sebagai pengendali konsumsi.

Ia turut memaparkan berbagai tantangan kebijakan cukai hasil tembakau. Seperti tantangan menyusun kebijakan cukai hasil tembakau optimal dalam mencapai tujuan penerapan cukai sebagai pengendali konsumsi dan piranti pengoleksi penerimaan.

"Beberapa yang harus diperhatikan dalam penyusunan kebijakan cukai antara lain penerimaan cukai, pengendalian konsumsi, kesempatan kerja, persaingan yang adil, serta manfaat bagi downstream dan upstream linkages," kata Arti, Senin (27/6/2022).

Peneliti Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM, Dr Riza Noer Arfani, turut memberi paparan. Mengangkat Transformasi Industri dan Redistribusi Kesejahteraan dalam Tata Kelola Komoditas dengan Eksternalitas Kesehatan dan Lingkungan.

Perlu agenda dan peta jalan riset, advokasi dan inovasi kebijakan komoditas-komoditas dan industri sektoral mendukung transformasi industri. Serta, dialog multi-pihak melibatkan pemangku dalam rantai pasok komoditas dan distribusi.

"Dialog multi-stakeholders perlu dilakukan untuk membuat proses perumusan kebijakan yang partisipatif, transparan, dan terbuka, sehingga hasil kebijakan memiliki dasar legitimasi yang kuat dan representasi yang inklusif," ujar Riza.

Dialog ini jadi proses interaktif yang melibatkan partisipasi dan representasi pemangku kepentingan domestik dalam pengambilan kebijakan dan implementasinya. Berfokus kepada peningkatan pemahaman dan hubungan kondusif antara pemangku.

Selain itu, langkah ini turut menjadi cara untuk menghindari potensi eksploitasi prosedur, substansi dan proses perumusan. Serta, implementasi kebijakan berbasis favoritisme kelompok-kelompok yang cenderung berpihak kepada kepentingan sempit. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement