Selasa 28 Jun 2022 15:05 WIB

UGM Dukung Mitigasi Perubahan Iklim Lewat Tridharma

Ada beberapa langkah strategis yang dilakukan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Kampus UGM Yogyakarta.
Foto: Wahyu Suryana.
Kampus UGM Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan komitmen mendukung mitigasi perubahan iklim akibat pemanasan global karena emisi gas rumah kaca. Dengan 280 prodi, UGM mendukung aksi-aksi mitigasi dalam bidang kehutanan dan sektor lain.

Wakil Rektor UGM, Prof Djagal Wiseso Marseno mengatakan, ada beberapa langkah strategis yang dilakukan. Ada pengembangan pendidikan lingkungan, ruang terbuka hijau, pertanian cerdas untuk penghitungan emisi gas rumah kaca di lahan tani.

"Serta, pengembangan teknik rehabilitasi hutan untuk peningkatan serapan karbon. Berikutnya, pengembangan teknologi reporting and verification bidang penurunan emisi dan serapan karbon," kata Djagal di Balai Senat UGM, Selasa (28/6/2022).

Djagal menyambut usaha Kementerian LHK mendorong mitigasi perubahan iklim dan penurunan emisi GRK 2030. Indonesia dalam Paris Agreement berkomitmen menurunkan emisi GRK 26 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dukungan internasional.

 

Diperkuat dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pada 2016. Dengan ditetapkannya target unconditional 29 persen dan target conditional sampai dengan 41 persen dibandingkan skenario business as usual (BAU) 2030.

Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 merupakan komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor FOLU untuk pengendalian perubahan iklim. Diproyeksi berkontribusi 60 persen dari target penurunan emisi gas rumah kaca.

Hal tersebut menunjukkan sektor kehutanan memiliki peran strategis dalam rangka penurunan emisi gas rumah kaca dan merupakan bagian penting dalam pengendalian perubahan iklim. Ia merasa, perubahan iklim merupakan persoalan yang kompleks.

"Karenanya, keberhasilan FOLU Net Sink 2030 tergantung kerja sama antar pihak di Indonesia dan internasional yang berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca," ujar Djagal.

Plt Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Dr Ruandha Agung Sugardiman menuturkan, sumber emisi gas rumah kaca terbesar Indonesia berasal dari sektor kehutanan. Sekitar 80 persen emisi dari aktivitas konversi hutan jadi non hutan.

Maka itu, peran sektor kehutanan menjadi signifikan dalam mempertahankan hutan dan menahan laju deforestasi. Selain menjadi sumber emisi gas rumah kaca, sektor kehutanan dan perubahan lahan lain turut menjadi penyerap emisi gas rumah kaca.

Melalui implementasi rencana operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 ditarget bisa tercapai tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada 2030. Hal ini mendukung net zero emission sektor kehutanan dan memenuhi NDC.

Kehutanan memiliki kawasan hutan 120,6 juta hektare, kawasan berpenutupan hutan 95 juta hektare dan non hutan 31 juta hektare. Dari pertanian dan perubahan lahan lain 67 juta hektare di luar kawasan hutan (APL) dan 61,9 juta hektare non hutan.

"Target 2030 bisa -140 juta ton emisi CO2, sehingga pada 2060 bisa mencapai net sink untuk semua sektor di Indonesia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement