Selasa 26 Jul 2022 09:25 WIB

Penegakan Aturan PSE Dirasa Tepat

Pemerintah memiliki kekuatan hukum saat menghadapi tindakan pelanggaran.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Warga menunjukkan sejumlah aplikasi media sosial di Jakarta, Senin (18/7/2022). Kemenkominfo akan memblokir beberapa aplikasi terkait adanya pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi konsumen masyarakat, diantaranya Google, Facebook, Instagram, dan WhatsApp.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Warga menunjukkan sejumlah aplikasi media sosial di Jakarta, Senin (18/7/2022). Kemenkominfo akan memblokir beberapa aplikasi terkait adanya pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi konsumen masyarakat, diantaranya Google, Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sejumlah platform media sosial dan komunikasi terancam diblokir oleh pemerintah karena belum melakukan pendaftaran sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Walau ada suara-suara kontra, tidak sedikit yang menyatakan dukungannya.

Pakar teknologi informasi dari UGM, Ridi Ferdiana menilai, langkah pemerintah memblokir pelanggar aturan PSE sudah tepat. Sebab, kebijakan itu dibuat sebagai usaha memberi perlindungan dan jaminan keamanan data dan komunikasi masyarakat.

"Kebijakan tersebut sebagai upaya pemerintah mendorong perusahaan menjamin keamanan data dan komunikasi. Yang dikhawatirkan kalau tidak ada kepatutan. maka data privasi dan kebijakan bisa terekspos atau bocor," kata Ridi, Senin (25/7/2022).

Ia berpendapat, dengan adanya PSE yang terdaftar secara resmi di Tanah Air, maka pemerintah memiliki kekuatan hukum saat menghadapi tindakan pelanggaran. Misal, saat hadapi praktik pinjol ilegal yang sempat heboh beberapa waktu lalu.

"Contohnya pada pinjol itu harus daftar karena ada data privasi yang memang harus dijaga mengikuti aturan PSE," ujar Ridi.

Tidak hanya soal data yang harus dijaga, dalam PSE juga mengatur soal penempatan fisik data center dan data recovery center. Jadi, data mana yang wajib disimpan di dalam negeri dan data mana yang bisa disimpan di luar negeri.

Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM ini menyebut, saat ini pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Soal penegakan aturan UU Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Menurut Ridi, pemerintah perlu memperhatikan kemudahan-kemudahan bagi perusahaan yang melaksanakan transaksi elektronik dalam melakukan pendaftaran. Ia menilai, harus dipikirkan kemudahan pendaftaran perusahaan dan memastikan sistemnya ada.

"Karena mendaftar ini artinya menambah pekerjaan bagi perusahaan," katanya.

Selain itu, Ridi mengingatkan, pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada perusahaan, terutama di sektor privat seperti inkubasi startup dan komunitas IT. Ini penting agar peraturan tentang PSE bisa diimplementasikan dengan baik.

Perlu dikembangkan mekanisme terstruktur untuk pembinaan yang jelas dan terkait petunjuk teknis. Sebab, selama ini pembinaan belum dijalankan secara terstruktur dan banyak perusahaan tidak mengetahui pasti kewajiban untuk mendaftar tersebut.

Sedangkan, jika terjadi pelanggaran dan dijatuhi sanksi pemblokiran akan memunculkan berbagai dampak, salah satunya penurunan transaksi ekonomi. Misal, jika WhatsApp yang penggunanya sudah 88 persen populasi di Indonesia diblokir.

"Bila diambil 20 persen saja yang melakukan transaksi ekonomi lewat WA, maka ada sekitar 48 juta orang yang kehilangan mekanisme untuk berkomunikasi finansial, sehingga resikonya besar sekali kalau pembinaanya belum terstruktur," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement