Senin 01 Aug 2022 15:52 WIB

Depresi Diduga Dipaksa Kenakan Jilbab, Siswi di Bantul Didampingi Psikolog

Yuli menyebut, siswi tersebut mengalami depresi dengan mengurung diri di kamar.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Fakhruddin
Depresi Diduga Dipaksa Kenakan Jilbab, Siswi di Bantul Didampingi Psikolog (ilustrasi).
Foto: tribune.com.pk
Depresi Diduga Dipaksa Kenakan Jilbab, Siswi di Bantul Didampingi Psikolog (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BANTUL -- Siswi di SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul mengalami depresi karena diduga dipaksa menggunakan jilbab oleh pihak sekolah. Pendampingan psikologis pun dilakukan terhadap siswi tersebut.

Pendamping siswi yang juga Ketua Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY, Yuliani Putri Sunardi mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan KPAI Kota Yogyakarta untuk melakukan pendampingan secara psikologis terhadap siswi tersebut.

Baca Juga

"Dari hari pertama (di hari kejadian) saya sudah langsung gandeng KPAI (Kota Yogyakarta) sama Ombudsman RI (DIY) untuk menyelesaikan anak ini, dan juga lapor dinas," kata Yuliani kepada Republika, Senin (1/8/2022).

Yuli menyebut, siswi tersebut mengalami depresi dengan mengurung diri di kamar setelah diduga dipaksa untuk menggunakan jilbab oleh pihak sekolah. Hal ini juga menyebabkan siswi itu tidak mau makan setelah kejadian.

"Psikolog yang mendampingi dari KPAI, saya tiap hari juga terus berkomunikasi dengan anak. Saya hanya menyadarkan lagi agar anak harus tetap sekolah," ujarnya.

Pendampingan psikologis terhadap siswi ini terus dilakukan hingga saat ini. Bahkan, kata Yuli, kondisi psikologisnya perlahan sudah mulai pulih.   

"Sekarang ini anak sudah mau makan, tapi masih masuk kamar lagi, dikunci kamarnya. Tiap hari saya terus berkomunikasi dengan anak," tambah Yuli. 

Pihaknya sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini. Termasuk dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY.

Yuli menegaskan agar kejadian tersebut tidak terjadi kembali kedepannya. Begitu pun di lingkungan sekolah lainnya di DIY, khususnya di sekolah negeri.

"Sekolah negeri tidak boleh di-manage seperti sekolah Islam terpadu, karena di situ yang sekolah dari bermacam-macam agama," jelas Yuli.

Kejadian itu bermula saat siswi yang bersangkutan dipanggil oleh guru bimbingan konseling (BK). Di sana, kata Yuli, siswi itu diminta untuk mengenakan jilbab.

Setelah dipanggil oleh gurunya, Yuli menuturkan, siswa ini meminta izin ke kamar mandi. Namun, sudah satu jam lebih siswa itu tidak keluar dan akhirnya pintu dibuka paksa.

"Dipanggil (guru) BK dua orang dan wali kelas satu orang, dimarahi. Dia (siswi) minta izin lari ke kamar mandi dan menangis satu jam lebih (di kamar mandi). (Guru) BK baru sadar, izin ke kamar mandi tapi tidak balik-balik. Ternyata digedor, dibuka (pintunya), anaknya sudah lemas," katanya.

"Ada pemaksaan, diundang di BP (bimbingan penyuluhan) dan disuruh menggunakn jilbab. Ya kamu harus belajar mencoba, kapan lagi kalau tidak memakai (jilbab) ya tidak nyaman terus, kata-katanya intinya seperti itu. Anaknya jadi merasa dipaksa," lanjut Yuli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement