Kamis 01 Sep 2022 14:45 WIB

RSA UGM Resmi Terapkan Tarif Ina-CBG's

Penerapan Ina-CBG's menambah jelas tarif-tarif pelayanan bagi pasien.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Manajemen RSA UGM saat memberikan keterangan terkait penerapan tarif Ina-CBG.
Foto: Wahyu Suryana
Manajemen RSA UGM saat memberikan keterangan terkait penerapan tarif Ina-CBG.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) secara resmi menerapkan tarif standar nasional Indonesia Case Based Groups (Ina-CBG's). Kebijakan ini mulai diberlakukan per 1 September 2022.

Direktur Utama RSA UGM, Dr Darwito mengatakan, penerapan Ina-CBG's merupakan wujud konsen mereka terhadap pelayanan berbasis asuransi. Sejak diwajibkan 1 Januari 2014, ia berpendapat, tarif Ina-CBGs sangat resional dan transparan.

Hal inilah yang mendorong RSA UGM menerapkan secara keseluruhan, bukan tarif rumah sakit, sehingga klaim-klaim seluruh pasien berbasis Ina-CBG's. Menurut Darwito, penerapan Ina-CBG's menambah jelas tarif-tarif pelayanan bagi pasien.

Misal, pasien bisa mengetahui pembiayaan yang dikeluarkan ketika meningkatkan pelayanan dari kelas satu ke VIP atau ke VVIP. Ia mengingatkan, Ina-CBG's ini ditentukan Kemenkes dengan perangkat-perangkat yang menentukan tarif rasional.

Ina-CBGs, lanjut Darwito, merupakan salah satu wujud transparansi yang diberikan RSA UGM kepada masyarakat. Apalagi, sekitar 10 tahun sejak penerapan penggunaan BPJS, banyak pembelajaran yang meyakinkan RSA UGM menerapkan tarif Ina-CBG's.

"Karena, RSA UGM untuk rakyat, rakyat terayomi dengan transparansi pembiayaan," kata Darwito, Kamis (1/9/2022).

Kini, INa-CBG's jadi tarif berlaku sejauh pelayanannya ada dalam ketentuan Ina-CBG's. Tindakan medis yang tidak dijamin JKN, memakai tarif RS yang dihitung berbasis biaya, dan penghitungan menggunakan sistem yang sama dengan JKN.

Kepala Instalasi Jaminan Kesehatan RSA UGM, dr Nur Azid Mahardinata, menerangkan beberapa manfaat Ina-CBGs. Misal, tarif yang tunggal diberlakukan di rumah sakit dan mengurangi risiko fraud oleh provider berdasar diagnosis sesuai asesmen.

Kemudian, tarif Ina-CBGs membuat kepastian besaran biaya atau pembayaran sejak pasien mendapatkan layanan. Seperti pasien rawat inap dalam 24 jam pertama pasien dirawat maupun pasien rawat jalan saat diagnosis ditegakkan dokter.

Bagi Nur, ada beberapa keuntungan Ina-CBG's bagi pihak penjamin. Selain layanan non gawat darurat, semua layanan dilakukan oleh dokter-dokter spesialis. Lalu, layanan kesehatan sesuai clinical pathway yang terstandar dan sesuai EBM.

"Kemudian, tarif sesuai kemampuan masyarakat dan tarif poliklinik eksekutif maupun rawat inap VIP dan VVIP yang terjangkau," ujar Nur.

Meski begitu, ada tantangan yang dihadapi seperti sistem tarif merupakan paket berdasar kelompok kasus yang kemungkinan tidak tercover atau tercover sebagian oleh asuransi. Serta, tidak ada rincian biaya per fasilitas yang diterima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement