Kamis 08 Sep 2022 16:33 WIB

Target Zero Stunting 2024, Yogyakarta Perkuat Ekonomi Keluarga

Prevalensi stunting di Kota Yogyakarta yakni di angka 12,88 persen.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Sejumlah ibu menyuapi anaknya dengan makanan yang didapat dari program Gerakan Masyarakat Peduli Anak Stunting (Germas Pas).  (ilustrasi)
Foto: Antara/Didik Suhartono
Sejumlah ibu menyuapi anaknya dengan makanan yang didapat dari program Gerakan Masyarakat Peduli Anak Stunting (Germas Pas). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta terus berupaya menurunkan angka stunting dan menargetkan zero stunting di 2024. Upaya dalam mewujudkan zero stunting salah satunya dilakukan dengan pembinaan kepada calon pengantin.

Pasalnya, pencegahan dan penanggulangan stunting merupakan program prioritas nasional. Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Sumadi mengatakan, pembinaan ini dilakukan dalam rangka penguatan ekonomi keluarga agar membangun ketahanan keluarga.

"Hingga terlibat aktif memberikan makanan bergizi dan sehat yang didistribusikan dalam kegiatan posyandu balita se-Kota Yogya," kata Sumadi.

Pemkot Yogyakarta sendiri sudah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) untuk menurunkan angka stunting. TPPS tersebut dibentuk dari tingkat kecamatan hingga tingkat kelurahan.

"TPPS Kota Yogya bertugas menyusun strategi dan kebijakan pelaksanaan program kerja, untuk melaksanakan percepatan penurunan stunting dalam mencapai target yang telah ditetapkan," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Edy Muhammad.

Edy menyebut, prevalensi stunting di DIY berada di angka 17,3 persen berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021. Sedangkan, prevalensi stunting di Kota Yogyakarta yakni di angka 12,88 persen atau sejumlah 1.433 anak.

Mengingat pencegahan dan penanggulangan stunting menjadi program prioritas nasional, kata Edy, penting untuk memutus rantai stunting yang dimulai dari 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Yakni masa sejak anak dalam kandungan hingga menjadi anak usia dua tahun.

Edy menjelaskan, dalam mendeteksi dini faktor risiko stunting, maka dilakukan serangkaian kegiatan pendampingan terhadap keluarga yang memiliki calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan dan anak usia 0-59 bulan. "Oleh karena itu, upaya penanggulangan stunting terus dilakukan," ujarnya.

Pemkot, katanya, juga terus menyosialisasikan Aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil (ELSIMIL) sebagai alat monitoring dan pendampingan, guna memastikan kesiapan menikah dan hamil. Intervensi pencegahan stunting pun dilakukan dengan skrining melalui aplikasi tersebut.

"Nantinya calon pengantin akan mendapatkan sertifikat yang akan menjadi syarat pendaftaran pernikahan di KUA dan hasil skrining tersebut dapat menjadi input bagi petugas pendamping untuk ditindaklanjuti," kata Edy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement