Jumat 21 Oct 2022 17:38 WIB

AMDAL dan DELH Belum Selesai, Proyek Pipanisasi Gunung Slamet Harus Dihentikan

Apabila lokasi proyek menjadi meluas, lingkup dokumen AMDAL pun harus ditambah.

Wilayah lereng selatan gunung Slamet yang mengalami kerusakan akibat proyek pengadaan air bersih.
Foto: Pemdes Kalisalak
Wilayah lereng selatan gunung Slamet yang mengalami kerusakan akibat proyek pengadaan air bersih.

REPUBLIKA.CO.ID,BANYUMAS -- Proyek pipanisasi lereng selatan Gunung Slamet yang dilaksanakan oleh Perumda Tirta Mulya Pemalang harus dihentikan sementara, mengingat dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang belum selesai.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah Widi Hartanto. Menurut Widi, proses perizinan AMDAL diserahkan kepada DLHK Pemprov mengingat ini merupakan proyek lintas kabupaten.

Baca Juga

"Idealnya seperti itu (dihentikan sementara), sudah koordinasi dengan teman-teman di sana untuk tidak dilaksanakan menunggu dokumen dan sosialisasi selesai agar dampak sosialnya bisa dikendalikan," ungkap Widi kepada Republika, Jumat (21/10/22).

Widi menjelaskan, dokumen AMDAL proyek yang diprakarsai oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana dan Perumda Tirta Mulya Pemalang ini masih dalam proses di DLHK Pemprov. Menurutnya, apabila lokasi proyek menjadi meluas, lingkup dokumen AMDAL pun harus ditambah.

Namun, apabila proyek sudah berjalan sementara dokumen AMDAL belum selesai, pelaksana proyek diharuskan menambah satu dokumen lagi, yakni Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH).

"Konteksnya sama, muaranya ke persetujuan lingkungan. Kalau sudah berjalan harus menyusun dokumen lagi, di samping AMDAL-nya juga diteruskan, harus melakukan evaluasi dampak," jelas Widi.

Mengenai waktu verifikasi dokumen, DLHK Pemprov akan berupaya menyelesaikannya dalam waktu lebih cepat, mengingat sudah ada dampak sosial berupa protes dari warga setempat. "Makanya kan nanti arahannya untuk lakukan sosialisasi kepada masyarakat dan mencoba melihat pendapat atau persepsi masyarakat atas proyek ini," kata Widi.

Sementara itu, pegiat Save Slamet, Hendy berharap bahwa pelaksana proyek harus segera menyelesaikan perizinan dan sosialisasi terhadap masyarakat di wilayah yang terdampak proyek pipanisasi ini.

"Pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini seharusnya menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan yang dilakukan kepada warga masyarakat yang terdampak, baik yang wilayahnya dilalui jalur-jalur pipa maupun titik pengambilan air," kata Hendy.

Diberitakan sebelumnya, proyek pipanisasi di lereng Gunung Slamet menimbulkan polemik. Hal ini karena proyek ini dilaksanakan tidak sesuai dengan kesepakatan awal antara Perhutani KPH Banyumas Timur dengan Perumda Tirta Pemalang. Titik koordinat mata air dari kesepakatan pertama yang berjarak 15,8 km di Ketenger rupanya menjadi bergeser ke Kalisalak, Kedungbanteng, dan menjadi 22 km.

Perhutani KPH Banyumas Timur mengaku telah melaksanakan perjanjian tersebut sesuai dengan aturan keputusan direksi Perum Perhutani No 760/KPTS/DIR/2018 tentang pedoman kerjasama pemanfaatan hutan. Dengan kata lain, pihak Perhutani KPH Banyumas Timur mengaku tidak menyangka titik tersebut bergeser tanpa ada komunikasi apapun dengan pemohon.

"Pertimbangan teknis kami dan dokumen AMDAL ditujukan ke lokasi Baturraden, dan sosialisasi kepada masyarakat desa setempat pun telah dilakukan. Kami baru tahu titiknya beda saat warga Kalisalak heboh," tutur Wakil Administratur atau Kepala Sub Kesatuan Pemangku (KPH) Banyumas Timur, Hari Dwi Hutanto.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Perumda Tirta Mulya Pemalang dan BBWS Pemali Juana tidak menjawab permintaan tanggapan dari Republika. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement