Selasa 08 Nov 2022 15:01 WIB

Upah Minimum Belum Cukupi Kebutuhan Pekerja di Atas 1 Tahun dan Berkeluarga

Pekerja yang sejahtera dapat bermuara pada adanya peningkatan produktivitas.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Fakhruddin
Upah Minimum Belum Cukupi Kebutuhan Pekerja di Atas 1 Tahun dan Berkeluarga (ilustrasi).
Foto: republika/mgrol100
Upah Minimum Belum Cukupi Kebutuhan Pekerja di Atas 1 Tahun dan Berkeluarga (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Sumadi mengatakan, upah minimum masih belum mencukupi kebutuhan karyawan yang sudah bekerja di atas satu tahun. Termasuk karyawan yang sudah berkeluarga.

Hal ini disampaikan Sumadi mengingat masih adanya perusahaan yang menerapkan kebijakan pengupahan terhadap karyawan di atas satu tahun dengan bertumpu pada upah minimum kota (UMK). Sehingga, pengupahan dilakukan dengan tidak mempertimbangkan lama kerja, kompetensi, jabatan dan pendidikan karyawan.

Baca Juga

Padahal, UMK dikatakan hanya berlaku untuk karyawan yang bekerja di bawah satu tahun. Sedangkan, untuk pekerja yang telah bekerja lebih dari 12 bulan, pengupahan dilakukan berdasarkan struktur dan skala upah.

"Dengan demikian, pekerja yang sejahtera dapat bermuara pada adanya peningkatan produktivitas, kebahagiaan, kemajuan dan pertumbuhan perusahaan, serta terciptanya pembangunan dan perkembangan ekonomi di Kota Yogyakarta," kata Sumadi di Yogyakarta belum lama ini.

Tiap perusahaan pun diwajibkan untuk menyusun struktur dan skala upah ini. Struktur dan skala upah itu dijadikan sebagai pedoman bagi perusahan dalam menetapkan pengupahan bagi karyawannya.

Sosialisasi dan pembinaan terkait struktur dan skala upah ini pun dilakukan secara masif dan berkelanjutan. Dengan sosialisasi dan pembinaan tersebut, diharapkan dapat membangun komitmen para pemberi kerja dalam memenuhi ketentuan hukum, jaminan, dan fasilitas penunjang kesejahteraan karyawannya.

"Semoga adanya hubungan industrial yang harmonis dapat meningkatkan kemajuan perusahaan. Tentunya, hal ini akan memberikan simbiosis mutualisme bagi pegawai dan perusahaan atau lembaganya," ujar Sumadi.

Sebelumnya, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY meminta agar pemerintah daerah menaikkan upah minimum untuk 2023. Bahkan, upah minimum diminta naik hingga Rp 4 juta.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan, upah yang diterima buruh rendah yang menyebabkan buruh di DIY harus menanggung defisit ekonomi. Defisit ini dialami karena jumlah upah yang diterima dalam satu bulan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pengeluaran kebutuhan hidup layak (KHL).

Ade menuturkan, berdasarkan survei yang sudah dilakukan, nilai KHL di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di atas Rp 4 juta di 2022 ini. Sedangkan, nilai KHL di Kabupaten Bantul, Gunungkidul dan Kulon Progo berkisar antara Rp 3,7 juta hingga Rp 3,9 juta.

Sementara, upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022 masih jauh dari KHL, yang mana UMK di Kota Yogyakarta dan Sleman yakni sebesar Rp 2.153.970 dan Rp 2.001.000. Sedangkan, UMK di Bantul ditetapkan sebesar Rp Rp 1.916.848, di Gunungkidul sebesar Rp 1,9 juta dan di Kulon Progo sebesar Rp 1.904.275.

Berdasarkan data tersebut, MPBI DIY meminta pemda untuk meningkatkan penetapan UMK 2023. Untuk Kota Yogyakarta, diminta agar UMK ditingkatkan sebesar Rp 4.229.663.

Untuk UMK Sleman diminta ditingkatkan menjadi Rp 4.119.413, Bantul dinaikkan menjadi Rp 3.949.819, Gunungkidul dinaikkan menjadi Rp 3.407.473 dan Kulon Progo diminta agar dinaikkan menjadi Rp. 3.702.370.

"Semakin murah upah minimum di suatu kabupaten/kota, semakin tinggi tingkat kemiskinan di kabupaten/kota tersebut," kata Ade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement