Rabu 25 Jan 2023 08:56 WIB

Kurikulum Pendidikan Seksual Perlu Diterapkan di Sekolah Cegah Nikah Dini

Saat ini banyak orang menganggap pendidikan seks hal yang tabu.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Ilustrasi Pernikahan Dini
Foto: MGROL100
Ilustrasi Pernikahan Dini

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Angka permohonan dispensasi nikah (diska) di Jawa Timur berada di angka 15.212 kasus pada 2022. Dari jumlah tersebut, dari data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jatim, 80 persen di antaranya disebabkan pihak perempuan hamil duluan.

Seperti disampaikan dosen Prodi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Husamah, fenomena hamil di luar nikah termasuk kejadian gunung es yang tak kunjung ditangani serius oleh berbagai pihak. "Harusnya, hal seperti ini dijadikan pembelajaran agar seluruh pihak mulai berbenah," kata Husamah.

Menurut dia, Indonesia sudah seharusnya menerapkan kurikulum pendidikan seksual di sekolah. Pendidikan seksual harus mulai ada sejak sekolah dasar (SD). Hal ini penting apalagi sekarang anak-anak sudah menggunakan telepon genggam. Bahkan tak jarang, anak-anak SD juga sudah memasuki masa baligh karena faktor makanan, tontonan, dan sebagainya.

Husamah menilai, ada banyak pihak yang memiliki tanggung jawab yakni sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Edukasi seksual juga harus diberikan dengan cara yang sesuai serta tidak boleh dianggap cabul atau porno. Pada hakikatnya, edukasi ini merupakan cara memberi pemahaman terkait gender, alat kelamin, dan kesehatan reproduksi yang tepat.

Edukasi seksual bukan hanya seks yang berkaitan berhubungan badan, tetapi bagaimana merawat sistem reproduksi dengan sehat, tepat, dan bertanggung jawab. Salah satu cara memberi pemahaman seksual ke anak adalah ketika anaknya bertanya, respon orang tua tidak boleh marah dan cuek.

Jika demikian, dikhawatirkan anak malah bertanya ke media sosial dan berujung ingin coba-coba. Husamah menyayangkan, saat ini banyak orang yang menganggap pendidikan seks itu hal yang tabu.

Ketika anak bertanya, para orang tua tidak menjawab. Begitu juga dengan sebagian guru yang tidak memberikan penjelasan yang jelas. Kondisi tersebut dinilai dapat mendorong anak-anak untuk mencari secara mandiri di internet.

Bahkan, mereka tidak jarang ingin mencoba apa yang sudah ia temukan. Hal ini membuat angka kehamilan di luar nikah meningkat. Di samping itu, ada sebagian remaja yang melakukan aborsi liar yang bisa mengancam nyawa.

Hal ini dilakukan mulai dari mencabik janin, meminum jamu yang membuat kontraksi, dan lainnya. Agar kasus ini tidak terulang, maka semua elemen harus terlibat untuk menanggulangi dan melakukan gerakan preventif.

Dimulai dari orang tua, sekolah, pengambil kebijakan, dan yang terpenting adalah masyarakat. Masyarakat juga tidak boleh abai ketika melihat di sekitar ada indikasi melakukan seks bebas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement