Jumat 27 Jan 2023 19:37 WIB

Imlek Dinilai Jadi Perayaan dan Suka Cita Kebangsaan

Imlek bukan suatu perayaan atau ritual agama tertentu.

Tahun Baru Imlek (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tahun Baru Imlek (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perayaan Tahun Baru Imlek juga dikenal dengan nama lain yaitu Lunar New Year atau Spring Festival baru saja dilalui. Perhelatan yang biasa dilakukan oleh etnis Tionghoa ini merupakan suatu kegiatan atau budaya rutin yang biasa dilakukan untuk menyambut pergantian tahun dalam penanggalan kalender lunar. 

Imlek dirayakan oleh seluruh etnis Tionghoa di penjuru dunia dan tidak terbatas oleh agama tertentu saja. Hal ini pula disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (DPP PITI) H Denny Sanusi selaku tokoh agama dan tokoh masyarakat etnis Tionghoa.

"Jadi menurut saya, Imlek itu adalah suatu perayaan tahun baru yang dikhususkan untuk etnis Tionghoa dan biasanya dilaksanakan secara lintas agama. Maksudnya apa? Etnis Tionghoa di seluruh dunia itu merayakan Imlek. Imlek itu bukan suatu perayaan atau ritual agama tertentu, dia (Imlek) adalah perayaan biasa, merayakan keberhasilan dan kesyukuran, seperti perayaan tahun baru," ujar Denny Sanusi di Jakarta, Jumat (27/1/2023). 

Lebih lanjut Denny melanjutkan, bahwa semangat Imlek sejatinya bisa dilihat dari isinya, dimana orang-orang bersilaturahmi dan berkumpul dengan semua keluarga besar setahun sekali. Kebiasaan silaturahmi sendiri juga diajarkan oleh semua agama, termasuk agama Islam.

 

Semangat itulah yang menurutnya dilaksanakan di perayaan Imlek itu. Di samping itu pihaknya juga melakukan interaksi sosial dengan bertemu sanak saudara.

"Kita juga saling memberikan hadiah, bagi yang mampu akan memberikan kepada yang kurang mampu. Bagi yang sudah berkeluarga akan memberikan hadiah kepada yang belum berkeluarga. Bagi yang tua akan memberikan hadiah kepada yang muda. Tradisi-tradisi inilah yang kita lihat sangat positif, yang kita harus jaga dan lestarikan,” ujar Denny.

Seperti diketahui Imlek sendiri pernah dilarang untuk dirayakan secara terbuka pada zaman Orde Baru. Hal ini merupakan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Sehingga menurutnya, dengan ditetapkannya Imlek sebagai hari libur nasional merupakan suatu kemajuan bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam.

"Memang kita tidak bisa menutup mata. Kalau kita menengok sedikit ke belakang, sebelum zaman reformasi, saat itu masih kental sekali sentimen dan kebencian terhadap etnis tertentu, lebih khusus etnis Tionghoa. Hal ini tidak baik dan cukup sudah. Kita juga harus menjaga jangan sampai tragedi ini terulang kembali, dan kita sudah melakukan hal-hal yang sangat positif untuk saat ini," kata Denny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement