Kamis 27 Jan 2022 14:23 WIB

Alasan Badan Geologi Perluas Potensi Bahaya Merapi

Terjadi perubahan topografi di hulu sungai sektor barat daya.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Luncuran lava pijar Gunung Merapi terlihat dari Pakem, Sleman, DI Yogyakarta, Ahad (23/1/2022). Menurut data BPPTKG Yogyakarta periode pengamatan 23 Januari 2022 00.00-06.00 WIB telah terjadi 45 guguran dengan potensi bahaya berupa guguran lava pijar dan awan panas Gunung Merapi pada sektor tenggara dan barat daya.
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Luncuran lava pijar Gunung Merapi terlihat dari Pakem, Sleman, DI Yogyakarta, Ahad (23/1/2022). Menurut data BPPTKG Yogyakarta periode pengamatan 23 Januari 2022 00.00-06.00 WIB telah terjadi 45 guguran dengan potensi bahaya berupa guguran lava pijar dan awan panas Gunung Merapi pada sektor tenggara dan barat daya.

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Kepala Badan Geologi, Eko Budi Lelono mengatakan, selama 2021 terjadi 61.446 guguran lava dan 424 awan panas yang dominan dari kubah barat daya. Arah luncuran Januari-Juni 2021 dominan ke Sungai Boyong, jarak luncur maksimal 3,2 kilometer.

Kemudian, terjadi perubahan arah luncuran saat ini ke arah Sungai bebeng berjarak luncur maksimal tiga kilometer. Sedangkan, aktivitas di kubah tengah kawah akhir Juni terjadi ke tenggara, Sungai Gendol berjarak luncur maksimal tiga kilometer.

Baca Juga

Kubah lava tengah kawah dan barat daya terus tumbuh dengan laju rata-rata sebesar 5.000 meter kubik per hari dan 10.000 meter kubik per hari. Pada 20 Januari 2022, volume kubah tengah 3.007.000 meter kubik dan kubah barat 1.670.000 meter kubik.

Hasil analisis data drone dan kamera DSLR menunjukkan kondisi kedua kubah lava dan tebing puncak sekitar masih stabil. Guguran lava dan awan panas bersumber di bagian atas kiri kubah lava barat daya, yang saat ini jadi pusat ekstrusi magma.

Terjadi perubahan topografi di hulu sungai sektor barat daya akibat penumpukan material guguran dan awan panas. Peningkatan kegempaan internal terjadi dua kali, akhir April sampai awal Agustus 2021 dan akhir September sampai Oktober 2021.

Antara periode itu ada peningkatan kegempaan frekuensi rendah dan hembusan yang mencerminkan aktivitas pelepasan gas. Saat ini, kegempaan internal, vulkanik-tektonik dangkal terjadi satu kali per hari dan multifase sembilan kali per hari.

"Dalam fase erupsi, intensitas kegempaan internal ini terhitung signifikan. Peningkatan deformasi intensif terjadi akhir April-akhir Agustus, laju pemendekan jarak tunjam sektor barat laut mencapai 14 centimeter per hari," kata Eko, Rabu (26/1/2022).

Deformasi terjadi dengan laju 0,1-0,5 centimeter per hari. Aktivitas vulkanik Merapi masih tinggi berupa aktivitas erupsi efusif. Perubahan topografi lereng akibat akvitias erupsi berpengaruh kepada potensi bahaya guguran dan awan panas.

Maka itu, perlu dilakukan pemutakhiran penilaian bahaya guguran dan awan panas menggunakan data topografi terbaru. Intenaitas data pemantauan seismik internal dan deformasi dalam fase erupsi cukup signifikan, namun tidak terus meningkat.

Ekstrusi magma diperkirakan masih berlangsung tipe erupsi cenderung efusif. Pemodelan menunjukkan bila kubah lava barat daya longsor masif, maka menimbulkan awan panas ke Sungai Bedog, Bebeng dan Krasak sejauh maksimal 6,3 kilometer.

Kemudian, ke Sungai Boyong sejauh 3,9 kilometer. Untuk kubah lava tengah, bila longsor terjadi secara masif, maka awan panas guguran ke arah Sungai Gendol akan mencapai jarak lima kilometer dan ke arah Sungai Woro sejauh tiga kilometer.

"Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas di sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal lima kilometer, serta Sungai Bedog, Sungai Krasak dan Sungai Bebeng sejauh maksimal tiga kilometer," ujar Eko.

Di sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal tiga kilometer dan Sungai Gendol lima kilometer. Sedangkan, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Jadi, masyarakat diminta tidak beraktivitas di daerah potensi bahaya dan waspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan seputar Merapi. BNPB, Pemda DIY, Jateng, Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten menindaklanjuti perubahan potensi bahaya.

"Dalam upaya-upaya mitigasi bencana, termasuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang bermukim dan beraktivitas dalam KRB III," kata Eko. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement